Kita sering merasa heran dengan orang – orang yang bukan beragama Islam kebanyakan lebih pintar dari kita yang beragama Islam. Kita sering merasa Takjub dengan orang – orang Eropa dan amerika yang nota bene mayoritas bukan muslim. Karena takjub tersebut kemudian sebahagian besar dari kita berusaha meniru budaya mereka. Busana, makanan, bahasa, dan tingkah laku serta cara fikir  sering harus di indentikkan dengan ala Eropa. Hal itu dilakukan hanya untuk disebut berkelas dunia.
Kalau kita pahami sesungguhnya apa yang salah dengan kita ?. Kita muslim mengklaim Islam sebagai agama yang paling benar diluar Islam agama yang harus ditolak kebenaranya. Tapi kita malah mengambil yang kita sebut tadi yang ala Eropa. Hal ini akan lebih diperparah lagi disebagian masyarakat orang yang berusaha menegakan agama Islam dengan baik dipandang dengan agak sinis, sok alim, dan malah ada yang mengancam mereka dengan embel – embel teroris. Sesungguhnya dimana kekeliruan kita. ? . Untuk menjawab pertanyaan ini mari kita pahami Surat yang pertama sekali turun yaitu surat Al-‘alaq ayat 1 – 5.
Artinya
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan
Dia Telah menciptakan manusia dari segumpal darah; Bacalah, dan Tuhanmulah
yang Maha pemurah;Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam; Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya”. (Al-‘Alaq : 1– 5).

            Sebenarnya inilah yang mengherankan pada kita, kita yang mengetahui bahwa perintah pertama dalam ayat yang pertama turun itu adalah “ Iqra’ “  yang artinya bacalah. Sesungguhnyalah kita dari awal harus banyak membaca. Bahkan waktu nabi di turunkan ayat tersebut padanya tidak disodorkan buku. Tapi ia di suruh membaca. Maka menyikapi hal itu sesungguhnya perintah membaca itu bukan saja yang tersurat tapi juga yang tersirat. Dan sesungguhnya segaala ilmu pengetahuan yang berkembang saat ini dimulai dari membaca yang tersirat, bukan dari yang tersurat. Setelah membaca yang tersiratlah kemudian pengetahuan tersurat ada.

            Ini mengkin juga salah satu bentuk kegagalan sistim pendidikan kita. Harus diakui sistim yang ada telah menciptakan generasi berprestasi akademik, tetapi mereka bukan generasi pencinta ilmu. Segala sesuatu diarahkan bukan dengan tujuan ilmu pengetahuan tapi lebih pada mendapatkan peluang kerja. Mungkin inilah yang diungkapakan oleh Harry R. Lewis dalam Excellence Without a Soul tengang Universitas Har vard. Univesitas termegah di dunia ini katanya sedang ditimpa petaka intektual yang sangat berat akibat terobsesi dengan kecemerlangan akademik, tapi telah kehilangan roh, esensi dan arti hakiki pendidikan. Dan pendidikan Islam ikut-ikutan terseret dalam petaka pendidikan tersebut. Karena itulah esensi dari ayat pertama dari surat pertama turun  itu tidak dapat dipahami dengan baik oleh lembaga pendidikan Islam. Pada hal waktu kita membuka al-qur’an kita telah membuka kitab berdaya mukjizat tinggi Transformatif. Hal ini terbukti pada generasi awal Islam kaum Jahiliyah bisa menjadi yang beradab, bahkan pada masa Daulah  Abasiyah Islam itu menjadi pusat peradaban dunia. Hal ini juga akui oleh Barat seperti yang di tulis Lyons dalam bukunya The House of Wisdom – How the Arabs Transformed Western Civilization.

            Sesungguhnya semangat Transpormatif dari kalimat Iqra’ itu bukan hanya ditujukan pada bangsa Arab saja, tapi untuk seluruh dunia.  Maka kita umat Islam harus membangkitkan kembali semangat Iqra’ tersebut , ia harus di pugar dan disegarkan. Iqra’ adalah gairah merebut kurnia ilmu demi pengabdian pada Sang Maha Pencipta. Demikianlah yang di inginkan sejak penurunan wahyu Iqra’ ini turun dalam artian pencarian ilmu sudah terjalin erat dengan Rabb, Tuhan Pencipta dengan implikasi bahwa ilmu adalah demi pengabdian.
           
            Adalah juga sangat mengherankan jika ditanya pada seseorang apa hobimu, maka dari sekian banyak jawaban adalah yang mengatakan hobinya membaca. Hobi membaca inilah yang seharusnya perlu diluruskan sebagai implementasi pemahaman dari surat pertama turun itu khususnya  kata Iqra’ ( yang berarti bacalah ). Hal ini akan samalah artinya jika ada orang yang hobinya minum air putih, atau hobi makan. Padahal setiap orang minum air atau makan. Setiap orang pasti tau minum air dan makan itu adalah keperluan utama, bukan hobi. Setiap orang pasti akan minum air jika ia harus dan makan jika ia lapar.

            Jika seseorang menghalangi dirinya untuk tidak minum dan makan pasti ia akan mati. Karena itu merupakan keperluan p utama bagi manusia. Begitu juga dengan membaca. Jangan anda jadikan membaca jadi hobi, itu keliru. Membaca harus menjadi kebutuhan utama hidupmu. Setiap kita harus membaca bukan hanya satu atau dua buku tapi sabanyak mungkin kita harus membaca. Karenanya seorang muslim tidak boleh mengatakan saya tidak suka membaca, saya tidak biasa membaca, atau saya cepat bosan membaca. Hal ini akan sama dengan mengatakan saya bosan minum, saya bosan makan.

            Jikalah kita coba pahami cara turun wahyu pertama itu, kenapa pada seorang tidak tahu tulis baca diprintahkan membaca. Tapi jibril itu datang kepada Muhammad dengan satu kalimat pasti yang tidak membutuhkan pemikiran disana yaitu Iqra’ ( bacalah ) perintah itu datang sampai tiga kali pada Muhammad dan Muhammad selalu menjawab dengan kalimat Saya tidak bisa membaca. Barulah kemudian jibril melanjutkan firman tersebut sampai dengan ayat ke lima.

            Perintah membaca itu terjadi sebelum Jibril memberi tau bahwa ia adalah Jibril. Sebelum Jibril memberi tahu bahwa yang ia baca adalah Al-qur’an, sebelum Jibril memberi tahu ia adalah utusan Allah, sebelum jibril memberi tahu bahwa agamanya adalah Islam. Semuanya diawali dengan satu kalimat pasti “ Bacalah “ .

            Jika kita perhatikan pribadi Muhammad bukan seorang yang bisa dalam tulis baca. Tapi ia pribadi yang mempunyai akhlak mulia. Dan akhlaknya yang mulia inilah yang telah membedakanya dengan orang Arab lainya. Tapi ayat pertama turun tersebut malah berbicara tentang printah membaca tidak ditujukan pada keutamaan memiliki akhlak mulia. Setidaknya bisa dijelaskan disini adalah karena membaca ( yang membuat orang berilmu ) itu membuat seseorang terhormat. Seorang yang berilmu dalam Islam pastilah akan menjadi orang yang berakhlak mulia. Sebab ilmu dalam Islam ditujukan untuk mengabdi kepada Alllah SWT.
           
            Jika kita ingin mengimpelmentasikan perintah bacalah ini dalam hidup kita sebagai seorang Mulim setidaknya ada dua sarat yang harus kita miliki. Yaitu

            Syarat pertama Bacalah dengan nama Rabbmu yang telah menciptakan. Maksutnya membaca itu harus dengan nama Allah tidak boleh mengawalinya dengan yang membuat Allah murka atau membaca sesuatu yang dilarang oleh Allah SWT.

            Syarat kedua hendaknya dengan mambaca suatu ilmu pengetahuan tidak membuat anda keluar dari sifat rendah hati. Ada tidak boleh sombong dengan ke ilmuan anda. Tapi anda harus ingat bahwa Allah lah yang memberikan ilmu kepada Anda.

            Diharapkan dengan dua syarat ini seorang ilmuan tidak menjadi ilmuan yang sombong lupa diri dan menjadi ilmuan yang dimurka Allah. Karena pada saat ini banyak ilmuan yang menjadikan ilmu pengetahuanya untuk membenarkan suatu kebohongan. Ini sangat mengerikan jika terjadi pada seorang muslim. Munkin inilah yang di maksutkan oleh Hamka “ mengilmiahkan kebohongan – kebohongan “. Mungkin untuk menghindari jebakan keilmuan yang membenarkan kebohongan tersebutlah kita dianjurkan membaca do’a “ Ya Allah perlihatkan lah kepada kami kebanaran itu nyata benarnya dan karuniailah kami kemampuan untuk mematuhinya, juga perlihatkanlah kepada kami kebatilan itu nyata batilnya dan karuniailah kami kekuatan untuk menjauhinya. “.

Post a Comment Blogger