Seiring dengan perjalanan waktu, pemeluk agama Islam di Indonesia makin bertambah. Selanjutnya mereka mulai mendirikan kerajaan-kerajaan dan menerapkan sistem pemerintahan yang islami. Di wilayah Sumatera pernah berdiri beberapa kerajaan Islam yang telah memainkan peran pentingnya di dalam proses penyebaran dan pengembangan Islam di Nusantara.
       Kerajaan-kerajaan tersebut akan dijelaskan dalam uraian berikut ini.
1.    Kerajaan Islam Samudera Pasai
            Kerajaan Samudra Pasai terletak di pantai Timur Sumatera di Aceh Utara. Ibu kota kerajaan Islam ini terletak di Pasai. Pada mulanya kerajaan ini  terdiri atas dua daerah yang berdiri sendiri yakni Samudrea dan Pasai. Kedua daerah itu sudah dikenal oleh para pedagang jauh sebelum kedatangan agama Islam, setelah Islam menguasai daerah tersebut namanya menjadi kerajaan Islam Samudera Pasai.
           Berdirinya kerajaan Islam Samudera Pasai pada tahun 1285 M mendapat dukungan politis dari kerajaan Mamluk di Mesir. Hal itu ditandai dengan datangnya utusan kerajaan Mamluk bernama Syeikh Ismail pada saat penobatan Meurah Silu menjadi raja Islam pertama Kerajaan Islam Samudera Pasai, Meurah Silu bergelar Malikus Saleh dan memerintah dari tahun 1285 – 1297 M. Ia menganut Mazhab Syafi’i sesuai dengan Sultan Mamluk di Mesir.
           Dalam menjalankan pemerintahannya Malikus Saleh dibentu oleh Seri Kaya dan Bawa Kaya. Keduanya itu diberi gelar Sidi Ali Khiatuddin dan Sidi Ali Hasanuddin. Diceritakan pula bahwa pada masa pemerintahan Malikus Saleh datang seorang alim dari Mesir bernama Faqir Muhammad yang kedatangannya mengemban misi dakwah Islam.
           Sultan Malikus Saleh meninggal dunia pada tahun 686 H/1297 M, posisinya digantikan oleh anaknya yaitu Sultan Muhammad (1297-1326 M)./ Ia bergelar Sultan Malik al Dzahir I. Sultan Malik al Dzahir meninggal dunia pada tahun 1326 M dan digantikan oleh putranya bernama Sultan Akhmad Bahiam Syah (1326-1348 M) yang bergelar Sultan Malikuz Zhahir II. Data mengenai perkembangan dan kemajuan yang telah dicapai pemerintahan  Sultan Akhmad Bahiam Syah  tercatat dengan baik oleh pengembara muslim Maroko, Ibnu Batutah. Ketika ia berkunjung ke tempat itu  pada tahun 1345 M. Menurut Ibnu Batutah, Sultan Samudera Pasai adalah seorang yang cakap, gagah dan pemeluk Islam yang taat. Dia adalah orang yang menjunjung tinggi  agama dengan sungguh-sungguh. Ia berhasil mengislamkan  penduduk di daerah-daerah sekitarnya.
           Setelah Sultan Akhmad Bahiam Syah meninggal dunia, posisinya digantikan  oleh putranya bernama Zainal Abidin (1348- 1406 M). Pada waktu itu Zainal Abidin Masih kecil dan pemerintahan dipegang oleh Pembesar Kerajaan. Keadaan demikian membuat Samudera Pasai menjadi lemah. Keadaan itu diperparah lagi ketika Samudera Pasai diserang oleh kerajaan Siam dengan kekuatan 4000 tentara. Dalam Serangan itu Zainal Abidin ditawan dan baru bebas setelah ditebus dengan  dua ekor itik dari emas dan sebuah pisau emas.
           Pada tahun 1377 M Kerajaan Samudera Pasai diserang oleh Kerajaan Majapahit. Serangan itu dilancarkan karena Hayam Wuruk  dari Majapahit khawatir atas kemajuan Samudera Pasai, terutama kemajuan di bidang perdagangan dan penyebaran agama Islam. Sebab hal itu akan membahayakan  posisi Majapahit dalam perdagangan dan kekuatan politik di Nusantara.
           Serangan Majapahit tak dapat ditahan oleh Samudera Pasai meskipun telah mendapat bantuan dari kerajaan Siam. Dengan demikian Kerajaan Samudera Pasai ditaklukkan kerajaan Majapahit. Meskipun begitu gerakan dakwah Islam tidak terhambat bahkan berjalan baik. Hal itu disebabkan karena letak pusat kekuasaan  dengan daerah yang dikuasai sangat jauh sehingga sulit melekukan kontrol  atas wilayah kekuasaannya di luar Jawa.
           Untuk memperkuat peran dan posisi kerajaan, terutama di jalur perdagangan strategis di Selat Malaka, Kerajaan Samudera Pasai menjalin hubungan politik dengan Malaka melalui perkawinan antara raja Parameswara dengan puteri Zainal Abidin. Hubungan itu berdampak positif terhadap mempercepat proses islamisasi.
           Dalam Suatu situasi yang kurang menguntungkan, terjadi peperangan antara Samudera Pasai dengan tentara Nuku pada tahun 1406 M. Dalam pertempuran itu Zainal Abidin tewas. Setelah itu pemerintahan dipegang oleh Haidar Bahiam Syah (1406-1417 M). Setelah Haidar meninggal, digantikan oleh Nagor (1417-1419 M).
Setelah Nagor meninggal digantikan oleh Ahmad Permala (Raja Bahoy) dari tahun (1419-1420 M).
          Pada tahun 1420-1434 M Kerajaan Samudera Pasai diperintah oleh Sultan Iskandar. Pada waktu itu terjalin hubungan dengan Tiongkok. Dari Tiongkok datang seorang utusan yang bernama Cheng Ho. Dengan adanya hubungan  itu pemerintah Tiongkok memberi jaminan perlindungan dan bantuan kepada Samudera Pasai apabila ada serangan dari manapun datangnya. Untuk memperkuat hubungan diplomatik tersebut Sultan Iskandar Melakukan kunjungan balasan ke Tiongkok dan ia meninggal di sana.
           Setelah Sultan Iskandar wafat, pusat perdagangan pindah ke Malaka dan sejak saat itu Kerajaan Samudera Pasai tidak mempunyai kekuatan lagi, baik dalam bidang politik maupun perdagangan, sehingga akhirnya Samudera Pasai mengalami keruntuhan. Setelah itu tidak banyak data dan informasi mengenai kelanjutan kerajaan ini.
           Meskipun Kerajaan Samudera Pasai runtuh, namun kerajaan ini tetap dikenal, karena telah banyak berjasa dalam pengembangan agama Islam di Nusantara.
           Raja-raja yang pernah memerintah kerajaan Islam Samudera Pasai adalah:
1)      Sultan Al Malikus Shaleh (1285-1297 M)
2)      Sultan Muhammad (Al Malikuz Zhahir I) (1297-1326 M)
3)      Sultan Akhmad Bahiam Syah (Al Malikuz Zhahir II) (1326-1348 M)
4)      Sultan Zainal Abidin (1348-1406 M)
5)      Sultan Haidar Bahiam Syah (1406-1417 M)
6)      Sultan Nagor (1417-1419 M)
7)      Sultan Akhmad Permala (1419-1420 M)
8)      Sultan Iskandar (1420-1434 M) 

2.    Kerajaan Malaka
     Kerajaan Malaka merupakan sebuah kerajaan Islam yang menguasai daerah semenanjung Malaka dan Riau. Raja-raja yang memerintah Kerajaan Malaka adalah sebagai berikut :
1)   Iskandar Syah ( 1396 – 1414 M )
        Iskandar Syah merupakan raja  pertama Kerajaan Malaka. Nama aslinya adalah Paramisora. Ia melarikan diri bersama pengikutnya dari Karajaan Majapahit ke Semenanjung Malaya dan membangun kerajaan baru yang kemudian diberi nama Malaka. 
Kerajaan Islam Malaka merupakan kerajaan Islam ke dua setelah kerajaan Samudera Pasai. Kerajaan ini berkembang menjadi kerajaan Islam terbesar yang disegani oleh kerajaan-kerajaan lain di sekitarnya.
2)   Muhammad Iskandar Syah ( 1414 – 1424 M )
        Muhammad Iskandar Syah merupakan putera dari Iskandar Syah yang naik tahta menggantikan ayahnya. Dalam kekuasaannya dia adalah melanjutkan cita-cita ayahnya untuk memperluas wilayah kekuasaan Kerajaan Malaka dan ia berhasil mengujasai wilayah semenanjung Malaya.
3)   Sultan Muzafar Syah ( 1424 – 1458 M )
        Sultan Muzafar Syah memerintah Kerajaan Malaka menggantikan Muhammad Iskandar Syah. Setelah menguasai tahta kerajaan, Muzafar Syah mempergunakan gelar Sultan yang merupakan gelar raja-raja dalam kerajaan Islam.
        Sumber sejarah menyebutkan bahwa pada masa kekuasaan Muzafar Syah Kerajaan Malaka mendapat serangan dari Kerajaan Siam. Serangan itu dapat digagalkan oleh Kerajaan Malaka. Keberhasilan itu selanjutnya makin mengukuhkan kebesaran Kerajaan Malaka sebagai penguasa jalur pelayaran Selat Malaka.
        Pada masa pemerintahannya ia juga berhasil memperluas daerahnya hingga ke Pahang, Indragiri dan Kampar.
4)   Sultan Mansyur Syah ( 1458 – 1477 M )
        Sultan Mansyur Syah adalah pengganti Sultan Muzafar Syah. Pada masa pemerintahannya Malaka berhasil menguasai Kerajaan Siam, sehingga Malaka dapat memperluas wilayah kekuasaannya dan mengukuhkan kebesarannya.
Kebijakan Sultan Mansyur Syah terhadap sesama kerajaan Islam, ia tidak menyerang Kerajaan Samudera Pasai. Hal ini dilakukan untuk menjaga hubungan dengan sesama kerajaan Islam.

5)   Sultan Alauddin Syah ( 1477 – 1488 M )
        Sultan Mansyur Syah wafat 1477 M, ia digantikan oleh puteranya Sultan     Alauddin Syah. Pada masa pemerintahannya perekonomian Malaka dalam kondisi cukup stabil, perdagangan dan pelayaran di pelabuhann Malaka masih ramai. Namun secara politis masa pemerintahan Sultan alauddin Syah mengalami kemunduran karena banyak daerah taklukan yang melepaskan diri dan banyaknya terjadi perang dan pemberontakan.
6)   Sultan Mahmud Syah
        Sultan Mahmud Syah menggantikan ayahnya Sultan Alauddin Syah. Pada masa pemerintahan Sultan Mahmud Syah Malaka mengalami kemunduran baik secara politik maupun ekonomi. Secara politik kekuasaan Malaka hanya  tinggal di daerah Semenanjung Malaka, sedang daerah yang lain sudah melepaskan diri dan berdiri sendiri. Dalam kondisi seperti ini armada Portugis tiba di Malaka di bawah pimpinan Alfonso d’Albuquerque yang akhirnya menguasai dan menaklukkan Malaka.
        Secara ekonomi, peran Malaka diambil alih oleh kerajaan Banten yang memiliki pelabuhan ditepi Selat Sunda . Hal ini terjadi karena armada Portugis menguasai kerajaan Malaka dan mengenakan pajak yang tinggi bagi setiap kapal yang masuk sejak tahun 1511 M.

3.    Kerajaan Islam Aceh Darussalam
       Kerajaan Islam Aceh Darussalam didirikan oleh Sultan Ali Mughayat Syah pada tahun 1513 M. Selama memerintah (1514-1530 M) dia berusaha mempertahankan wilayah kekuasaannya terutama dari serangan bangsa Portugis. Untuk memperkuat posisinya di dunia Islam Sultan Ali Mughayat Syah menjalin hubungan diplomatik dengan negara-negara Arab. Kerajaan Islam Aceh Darussalam melaksanakan pembangunan pada masa pemerintahan Sultan Alauddin Riyat Syah (1537-1568 M) baik bidang ekonomi, angkatan bersenjata, agama.
       Sebagai Daerah Islam, Aceh segera menjalin hubungan persahabatan dengan negeri-negeri Islam di India, Arab, Turki dan di kepulauan Indonesia sendiri. Tujuannya adalah untuk memperkuat hubungan dan menjaga persatuan sesama umat Islam. Hubungan itu tidak hanya dalam bidang politik, tetapi juga dalam bidang ekonomi dan perdagangan.
       Untuk membangun Angkatan Bersenjata, para ahli persenjataan dan perkapalan didatangkan dari India, Arab dan Turki, sebab bangsa-bangsa tersebut punya hubungan keagamaan dengan Aceh dan kemampuan mereka dalam berperang tidak ada bandingannya ketika itu. Pemuda Aceh dididik dan dilatih oleh tenaga ahli luar negeri  dalam membuat kapal, senjata dan taktik serta strategi berperang.
       Setelah kuat, Aceh mulai melakukan ekspansinya ke wilayah pantai Timur Sumatera, Pantai Barat semenanjung Malaya, Pantai Sumatera Barat dan Pedalaman Sumatera Utara (Batak), meskipun tidak dapat dikuasai sepenuhnya.
       Selama masa pemerintahan kerajaan Islam Aceh, terdapat 14 orang sultan, yaitu :
1)        Sultan Ali Mughayat Syah (1514-1530 M)
Sultan Ali Mughayat Syah adalah raja pertama dari kerajaan Aceh Darussalam. Kekuasaan beliau meliputi batas sungai Rokan, dan beliau selalu berusaha untuk mengusir bangsa Portugis dari Malaka.
2)        Sultan Shalahuddin (1530-1537 M)
Sultan Salahuddin adalah pengganti Sultan Ali Mughayat Syah. Pada masa pemerintahannya Kerajaan Aceh mengalami kemunduran, karena ia kurang memperhatikan keadaan pemerintahan kerajaan.
3)        Sultan Alauddin Riayat Syah (1537-1568 M)
Sultan Alauddin Riayat Syah merebut kekuasaan dari Sultan Shalahuddin karena lemahnya pemerintahan Salahuddin.
Sultan Alauddin mengadakan perbaikan kondisi kerajaan dan melakukan perluasan wilayah. Selain itu ia juga aktif melakukan dakwah Islam termasuk ke pulau Jawa. Salah satu bentuk usaha dakwahnya adalah dengan mengirim mubaligh ke pulau Jawa, diantaranya Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati yang dikirin ke Gresik Jawa Timur.
4)        Sultan Ali Riayat Syah (1567-1575 M)
5)        Sultan Muda (1575-1576 M)
6)        Sultan Alauddin Mukmin Syah (1576) = 100 hari
7)        Sultan Zainal Abidin (1576-1577 M)
8)        Sultan Alauddin Mansur Syah (1577-1585 M)
9)        Sultan Ali Riyat Syah Indrapura (raja Buyung) (91585-1588 M)
10)    Sultan Riyat Syah (Zainal Abidin) (1588-1604 M)
11)    Sultan Ali Riayat Syah (1604-1607 M)
12)    Sultan Iskandar Muda (1607-1636 M)
Pada masa Sultan Iskandar Muda Kerajaan Aceh mencapai puncak kejayaannya dan mengalami perkembangan yang pesat. Kerajaan Aceh berhasil menyaingi monopoli perdagangan Portugis di Malaka.
Wilayah kekuasaan Aceh pada masa Sultan Iskandar Muda sampai ke daerah-daerah Semenanjung Malaya (Malaysia sekarang). Struktur pemerintahan Aceh Darussalam pada saat itu terbagi menjadi dua wilayah yaitu kekuasaan oleh kaum bangsawan dan kekuasaan oleh alim ulama. Dalam kekuasaan kebangsawanan Aceh terbagi dalam daerah-daerah kehulubalangan yang dikepalai oleh ulubalang.
13)    Sultan Iskandar Tsani (Alauddin Mughayat Syah) (1636-1641 M)
Sultan Iskandar Tsani adalah menantu Sultan Iskandar Muda. Ia naik tahta tahun 1636. Pada masa pemerintahannya Aceh mengalami kemunduran. Satu persatu wilayah taklukan melepaskan diri, karena kebijakannya yang lebih lunak dari Sultan Iskandar Muda.
14)    Ratu Tajul Alam Syafiatuddin Syah (1641-1676 M)
Sultan Iskandar Tsani wafat tahun 1641, ia di gantikan oleh puteri Sultan Iskandar Muda yang bergelar Sultanah Tajul Alam syafiatuddin Sah. 

4.    Kerajaan Islam Palembang
       Agama Islam masuk ke Palembang (Sumatera Selatan) diperkirakan abad ke-7 M/I H, karena Palembang sejak lama telah menjadi tempat persinggahan para pedagang, baik yang akan pergi ke negeri Cina dan daerah Asia Timur lainnya, maupun yang akan melewati jalur barat ke India dan Arab serta terus ke Eropa.
       Kerajaan Islam Palembang berdiri sekitar abad ke- 15 M. Palembang pada awalnya adalah daerah taklukan kerajaan Majapahit. Pendiri Kerajaan Islam Palembang adalah putra dari Prabu Brawijaya dengan Sri Kertabumi yang bernama Raden Fatah.
      Setelah Majapahit runtuh, Palembang berada dibawah lindungan Kerajaan Islam Demak-Pajang, kemudian kerajaan Mataram selama 71 tahun. Penguasa Demak yang pertama di Palembang adalah Pangeran  Sedo Ing Lautan, ia masih keturunan Raden Fatah. Pangeran Sedo Ing Lautan  wafat di Jawa waktu pulang ke Palembang setelah mengantarkan upeti ke Demak.
      Ketika huru hara antara Demak dan Pajang terjadi, serombongan priyayi berjumlah 24 orang meninggalkan tanah Jawa, kepala rombongan adalah Kiyai Gedeh Ing Suro dan di Palembang lazim dikenal Kiyai Gedeh Ing Suro Tuo. Ia adalah putra dari Pangeran Sedo Ing Lautan.
      Kiyai Gedeh Ing Suro Tuo tidak mempunyai anak dan saudara perempuannya Nyai Gedeh Ilir mempunyai seorang putra yang bernama Kiyai Mas Anom Adipati Ing Suro, yang biasa disebut Kiyai Gedeh Ing Suro Mudo. 

    Penguasa Demak-Pajang di Palembang berjumlah 4 orang, yaitu :
1)        Pangeran Sedo Ing Lautan (1547-1552 M)
2)        Kiyai Gedeh Ing Suro Tuo (1552-1573 M)
3)        Kiyai Gedeh Ing Suro Mudo (1573-1590 M)
4)        Kiyai Mas Adipati (1590-1595 M)
Penguasa Mataram di Palembang berjumlah 6 orang, yaitu :                                                                         
1)        Pangeran Madi Ing Angkoso (1595-1630 M)
2)        Pangeran Madi Ali (1629-1633 M)
3)        Pangeran Sedo Ing Puro (1630-1639 M)
[ semua putera Kiyai Gedeh Ing Suro Mudo ]
4)        Pangeran Sudo Ing Kenanyan (1639-1650 M)
5)        Pangeran Sudo Ing Pasarean (1651-1652 M)
6)        Pangeran Sudo Ing Rajek 1652-1659 M)
Dari Pangeran Sudo Ing Rejek kekuasaan beralih ke saudaranya Kiyai Mas Endi. Pangeran Ario Kusumo Abdul Rahim inilah sultan pertama dari kesultanan Palembang Darussalam, dengan gelar Sultan Susuhunan Abdul Rahman Khalifatul Mukminin Sayyidul Imam. Dimulai sejak pemerintahan Kiyai Mas Endi diberlakukan gelar putera baru.

Post a Comment Blogger

  1. Kunjungi balik blog aku yuk,
    Juitanainggolan.blogspot.co.id
    Dan jangan lupa berikan komentar ☺

    ReplyDelete
  2. Kunjungi balik blog aku yuk,
    Juitanainggolan.blogspot.co.id
    Dan jangan lupa berikan komentar ☺

    ReplyDelete