Kita sering mendengar ceramah para juru dakwah di masjid, mushalla atau tempat kegiatan tabligh lainya. Namun jika kita amati dengan benar betapa ceramah ternya cara penyampainya mengandung beberapa kekeliruan yang entah disengaja atau tidak. Berikut ini penulis ingin mengungkapkan beberapa kekeliruan tersebut. Namun tulisan ini bukan di tujukan untuk menghujat.
            Sebelum kita mengungkapkan beberapa kekeliruan tersebut, kita ingin menjelaskan sedikit dulu tentang Dakwah. Diantara pengertian dakwah tersebut adalah “ Mengjak ( menghasut) manusia untuk berbuat baik  dan makruf dan menjauhi perbuatan yang mungkar “. Jadi bwrdakwah tersebut adalah suatu perbuatan yang di sengaja dan  terencana dengan baik. Disengaja dia memang harus menjadi perbuatan yang kita lakukan dengan sadar dan penuh tanggung jawab, Terencana berarti keigiatan tersebut harus ada konsep untuk melaksanakan kegiatan tersebut. Sesungguhnya kesengajaan dan terencana tersebut pada dasarnya adalah perwujudan dari ajaran Islam itu sendiri, diantaranya adalah tertuang dalam tuntunan akhlak muslim/muslimah. Dengan demikian perbuatan dakwah itu dilakukan dimana saja dan kapan saja dengan mempergunakan segala macam yang memungkinkan pelaksanaanya. Diantaranya adalah dengan berceramah, menulis, berbusana, bergaul, berbicara, bahkan hanya dengan tegur sapa dan senyuman itupun sudah bisa dikategorikan sebagai usaha dakwah.
            Dalam tulisan kali ini yang akan kita telisik adalah masalah dakwah dengan cara ceramah.Keigtana dakwah yang paling banyak dilakukan orang.  Dimana dalam menyampaikan ceramah sering kita temukan beberapa kekeliruan yang mungkin saja sangat fatal. Diantata kekeliruan tersebut adalah :
1.      Pada waktu pembukaan
a.       Sebelum mengucapkan salam sering dimulai dengan pantun, puisi ataupun sajak. Maksutnya mungkin agar memberikan kesan yang lebih baik oleh audien/jamaah  terhadap sang Da’i. Mungkin juga diperbuat untuk mengurangi rasa canggung menghadapi audien/jamaah  yang banyak terdiri dari latar belakang yang sangat berbeda. Tapi ketahuilah bahwa ucapan Assalamu’alaikum Warahmatullahi wabarakatuh itu lebih mulia diucapkan diawal ketimbang mengucapkan pantun, puisi ataupun sajak tersebut.
b.      Dalam pengucapan puji dan syukur kepada Allah.
Pendakwah sering kelupaan mengucapkan kalimat alhamdulillah. Hal ini mungkin karena terpengaruh dengan bahasa Indonesia sudah menyebut puji dan Syukur. Tapi dalam Islam rasa Syukur tersebut haruslah diungkapkan dengan kalimat Alhamdulillahirabbil’alamin.
c.       Dalam mengucapkan kalimat Salawat dan salam penceramah juga sering lupa mengucapkan kalimat Salawat tersebut. Penceramah malah membuat untaikan kalimat latar belakang kita bersalawat  tersebut, misalnya dengan menyebut Nabi Muhammad tersebut sebagai  ( “ Pembawa lentera kebenaran, Mutiara Padang Pasir, Kekasih Allah yang mendapat rahmad dan lain sebagainya “ ). Kalimat tersebut adalah salah satu latar belakang kenapa kita mengucapkan Salawat kepada Nabi Muhammad SAW. Padahal sesungguhnya para penceramah cukup dengan mengucapkan kalimat salawat “ Allahumma shalli ‘ala Muhammad, wa’ala ali Muhammad” .
2.      Pada waktu berceramah inti
a.       Isi ceramah yang tidak terstruktur dengan baik.
Misalnya cermah sang da’i kita berkisar tentang puasa, tapi mengelantur pada masalah zakat, pergaulan, shalat akidah dan lain sebagainya, sementara pesan puasa tersebut tidak sampai dengan sempurna
b.      Ceramah tidak menyertakan dalil yang tepat.
Sering penceramah hanya berbekal kepandain dan keberanianya berbicara diatas mimbar, sehingga terdengar seperti orang ( maaf ) seperti orang kampanye, demo, atau tukang obat dipasar tradisianal. Ceramah yang baik tentunya menyertakan dalil yang tepat  yang bersumber dari al-qur’an dan Hadits Rasulullah SAW atau sumber lainnya yang dimungkinkan. Nah ada juga penceramah yang hanya menyebutkan dalil ceramahnya hanya menyebut artinya saja ( sebagaimana sabda Nabi yang artinya.........., sabagi mana firman Allah yang artinya........., ) Jika begini ceramah jadi hambar ( sekali lagi maaf menurut penulis salah satu beda ceramah Islam dengan agama lain adalah dengan mengucapkan dalil dari bahasa aslinya yaitu bahasa Arab baru kemudian diterjemahkan kepada bahasa yang dimengerti audien/jamaah)
c.       Terlalu banyak melawak.
Dengan melawak dihadapan audien sambil menyampaikan seruan dakwah memang mengasikan ( bagi audien/jamaah  maupun sang da’i ). Tapi jika lawakan tersebut terlalu banyak membuat pesan dahwahnya juga tidak sampai dengan baik. Fatalnya lagi dengan lawakan tersebut malah menjurus pada yang sedikit menyeleweng dari ajaran agama. Bisa saja berakibat menyindir kekurangan seseorang, sara, bahkan tak jarang lawakan sang da’i menjadi kalimat yang fulgar.
d.      Ceramah terlalu panjang
Sang da’i dalam menyampaikan ceramahnya terkadang melupakan kondisi audienya/jamaahnya. Mungkin karena konsep terlanjur suduah dibuat panjang dirumah. Lalu dengan semangatnya menyampaikan materi dakwahnya, sementara ia terlupa meninjau kondisi audiennya/ jamaahnya yang sudah mulai bosan.
3.      Saat penutupan
Hal yang juga sering terlupan oleh da’i dalam berdakwah adalah :
a.       Memberikan kesimpulan terhadap ceramahnya tersebut.
Jika ceramah sudah lebih dari 15 menit pastilah sudah ada beberapa butir petuah agama yang disampaikan. Maka saran saya baiknya kesimpulan tersebut diberikan poin 1,2,3 dan seterusnya.
b.      Dalam menutup ceramah sering penceramah seperti berceramah kedua yang tidak kalah panjangnya dari ceramah intinya. Ini sangat membosankan bagi audienya.
Tulisan ini hanyalah menurut pengamatan penulis yang tidak didasarkan pada teori dakwah yang sesungguhnya. Tapi insya Allah tidak bertentangan dengan tuntunan dalam teori dakwah.
Semoga bermamfaat dan menjadi bahan diskusi yang baik.

Post a Comment Blogger