Di beberapa sekolah Negeri maupun Swasta, terakreditasi maupun tidak , sekolah vaforit maupun bukan, dimana guru mengalami kesulitan menuliuskan soal dengan baik. Mereka sudah berpayah – payah mengjar siswanya dengan baik namun pada waktu  menguji siswanya tadi, yang terjadi pada sisiwa  adalah pada akhirnya guru dihadapkan pada pertanyaa berikut ini.

1.  Berapa banyak siswa yang lulus?
2.  Soal nomor berapa yang semuanya dapat menjawab dengan benar?
3.  Soal nomor berapa yang semuanya tidak dapat menjawab dengan benar?
4.  Apakah dua hal diatas terjadi karena soal terlalu mudah atau soal terlalu sulit?

Pertanyaan-pertanyaan tersebut berkaitan erat dengan aspek penilaian yang menjadi salah satu bagian penting dalam tugas keseharian seorang guru. Penilaian adalah memberikan nilai tentang kualitas sesuatu. Tidak hanya sekedar mencari jawaban terhadap pertanyaan tentang apa, tetapi lebih diarahkan pada menjawab pertanyaan tentang bagaimana atau seberapa jauh sesuatu proses atau hasil yang diperoleh seseorang atau suatu program. Dengan demikan penilaian juga diartikan sepadan dengan evaluasi. Penilaian hasil belajar baru dapat dilakukan dengan baik dan benar bia menggunakan informasi yang diperoleh melalui pengukuran hasil belajar yang menggunakan tes sebagai alat ukurnya. Tentu saja tes hanya merupakan salah satu alat yang dapat digunakan. Dapat saja informasi tentang hasil belajar itu diperoleh tanpa menggunakan tes sebagai instrumen ukurnya. Misalnya dapat digunakan alat ukur non tes, seperti observasi, skala rating, dan lain-lain.

PERENCANAAN TES

Tes akan menjadi berarti apabila tes tersebut terdiri dari butir-butir soal yang menguji tujuan yang penting dan mewakili ranah pengetahuan, kemampuan, dan ketrampilan secara representatif. Oleh karenanya, perencanaan dalam pengujian memegang peranan yang penting. Tanpa perencanaan yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan tes tersebut dapat menjadi sia-sia, bahkan mungkin akan mengganggu proses pencapaian tujuan. Setidaknya ada 6 (enam) hal yang harus diperhatikan dalam perencanaan tes
1. Pengambilan sampel dan pemilihan butir soal

Pemilihan butir soal dilakukan berdasarkan pentingnya konsep, generalisasi, dalil, atau teori yang diuji dalam hubungannya dengan perannya dalam bidang studi tersebut secara keseluruhan. Biasanya bidang studi dibagi menjadi beberapa pokok bahasan dan sub pokok bahasan. Tidak ada batasan jumlah butir soal untuk satu pokok bahasan/sub pokok bahasan, namun hendaknya jumlah butir soal sebanding dengan luas dan pentingnya pokok bahsan/sub pokok bahasan tersebut.

2. Tipe tes yang akan digunakan

Ada 3 macam tes yang biasa digunakan, yaitu:
 1) esei,
 2) objektif, dan
 3) problem matematik.
 Anggapan yang muncul terkait bahwa suatu tipe tes lebih baik daripada tipe tes lainnya dalam mengukur ranah kognitif tertentu adalah sutau kesalah pahaman. Soal esei yang baik akan dapat mengukur ranah kognitif yang manapun seperti yang dapat diukur oleh soal obyektif yang baik, demikian juga sebaliknya. Pemilihan tipe tes yang akan digunakan lebih banyak ditentukan oleh kemampuan dan waktu yang tersedia pada penyusun tes daripada kemampuan peserta tes atau aspek yang ingin diukur.

3. Aspek yang akan diuji

Ada enam tingkatan kemampuan yang ingin diuji, yaitu
a.       pengetahuan,
b.       pemahaman,
c.        aplikasi,
d.      analisis,
e.       sintesis, dan
f.        evaluasi,
 Ke enam  kemampuan  tersebut lazim diberi simbol C1, C2, C3, C4, C5, dan C6. Mengingat bahwa hasil tes saat ini lebih berorientasi pada pengetahuan, pemahaman dan aplikasi, maka jumlah soal yang mewakili tiga level pertama diharapkan lebih banyak dibandingkan jumlah soal untuk tiga level berikutnya yang bersifat pengembangan lebih lanjut.

4. Format butir soal

Ada berbagai format untuk tes objektif maupun esei.
a. Tes objektif:
1) benar salah (true false),
2) menjodohkan (matching), dan
3) pilihan ganda (multiple choice)
b. Tes esei:
1) pertanyaan uraian terbuka dan uraian tertutup,
2) jawaban singkat (short answer), dan
3) isian (completion/fill in)

Perbedaan antara format butir soal tersebut tidak terletak pada efektivitasnya mengukur level kemampuan, tetapi lebih banyak pada aspek penerkaannya (dalam hal peserta tes kurang menguasai materi yang diteskan

5. Jumlah butir soal

Jumlah butir soal berhubungan dengan reliabilitas tes dan representasi isi bidang studi yang diteskan; semakin besar jumlah butir soal yang digunakan maka kemungkinan semakin tinggi reliabilitasnya. Dari segi jumlah, tes objektif memiliki kekuatan lebih dibanding tes esei karena waktu yang diperlukan untuk mengerjakan tes objektif lebih singkat sehingga memungkinkan jumlah butir soal yang lebih banyak. Jumlah butir soal harus direncanakan
a) jumlah keseluruhan,
b) jumlah untuk setiap pokok bahasan/topik,
c) jumlah untuk setiap format,
d) jumlah untuk setiap kategori tingkat kesulitan,
e) jumlah untuk setiap aspek pada ranah kognitif. Pertimbangan lain dalam penetuan jumlah soal adalah waktu yang tersedia, biaya yang ada, kompleksitas yang dituntut dalam tes, serta waktu ujian diadakan.

6. Distribusi tingkat kesukaran butir soal

Tes yang terbaik adalah tes yang mampu membedakan antara kelompok yang baik dan kelompok yang kurang belajar. Salah satunya diindikasikan dengan tingkat kesukaran di titik sekitar 0,50. Selain itu, tingkat kesukaran soal ditentukan oleh tujuan tes (untuk seleksi, diagnostik,formatif, sumatif). Perlu diperhatikan bahwa soal yang memiliki tingkat kesukaran rendah hendaknya diletakkan di awal tes, sedangkan soal dengan tingkat kesukaran tinggi pada akhir tes. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan motivasi agar peserta tes lebih terdorong untuk mengerjakan seluruh butir soal. Selain dari poin-poin yang disebutkan di atas, dalam perencanaan tes, kita juga memerlukan beberapa pertimbangan antara lain
1) apakah akan menggunakan open book atau closed book,
2) apakah frekuensi pelaksanaan tes sering atau jarang,
3) apakah pelaksanaan tes diumumkan sebelumnya atau mendadak, dan
4) bagaimana mode penyajian tes.

 Hal-hal yang harus diperhatikan secara umum dalam pengembangan tes :

1. Kinerja yang akan diukur merupakan aktivitas yang berharga
2. Penilaian kinerja bermanfaat sebagai pengalaman berharga
3. Pernyataan tujuan dan sasaran harus jelas dan berhubungan dengan keluaran yang terukur dari kinerja
4. Penilaian tidak mengukur variable eksogen dan yang tidak diinginkan

5. Gunakan bahasa yang tepat, tidak sensitif dan dapat diterima oleh segala pihak.
6. Hindari pertanyaan atau pernyataan yang memiliki dualisme respon.
7. Hindari pertanyaan atau pernyataan yang multirespon
8. Hindari pertanyaan atau pernyataan yang mengharuskan peserta tes merecall kembali pengetahuannya yang sudah lama.
9. Hindari pertanyaan atau pernyataan yang mengarahkan jawaban
10. Hindari pertanyaan atau pernyataan yang mengarahkan lepada munculnya perpecahan atau konflik
11. Usahakan panjang kalimat tidak lebih dari 20 kata atau satu baris (Horst, 1968, Oppenheim, 1986 via Uma Sekaran, 1992)
12. Berikanlah pengantar tes atau petunjuk pengerjaan tes
13. Setiap item hanya memiliki satu skill yang akan diukur
14. Konsultasikan dengan pakar bahasa dan ilmu terkait untuk meyakinkan bahwa bahasa yang digunakan, soal, dan jawaban benar-benar meyakinkan.

C. PENGEMBANGAN TES OBJEKTIF 

Dalam rangka pembahasan tentang Analisis Iteman ini, maka jenis soal yang akan kita bahas lebih lanjut adalah soal objektif. Soal objektif adalah butir soal yang telah mengandung kemungkinan jawaban yang harus dipilih atau dikerjakan oleh peserta tes. Peserta hanya tinggal memilih jawaban dari kemungkinan jawaban yang telah disediakan sehingga pemeriksaan dan penskoran jawaban dapat dilakukan secara objektif oleh pemeriksa. Pemeriksaan ini dapat dilakukan, baik  secara langsung oleh manusia maupun dengan memanfaatkan teknologi terbaru, yaitu mesin scanner. Secara umum, soal tes objektif dibedakan menjadi: 

1. Tipe benar-salah (true false item)
2. Tipe menjodohkan (matching)
3. Tipe pilihan ganda (multiple choice)
Ø Pilihan ganda biasa
Ø Pilihan ganda analisis hubungan antar hal
Ø Pilihan ganda analisis kasus
Ø Pilihan ganda kompleks
Ø Pilihan ganda yang menggunakan diagram, grafik, tabel dan gambar.

1. PENGEMBANGAN TES BENAR SALAH (TRUE FALSE ITEM)
a) Pengertian

Butir soal benar salah adalah butir soal yang terdiri dari pernyataan yang disertai alternatif jawaban, yaitu menyatakan apakah jawaban itu benar/salah, setuju/tidak setuju, baik/tidak baik, atau alternatif jawaban lain yang bersifat mutual eksklusif/ meniadakan.

b) Tes model ini cocok untuk
§ Pemahaman pada level pengetahuan
§ Mengevaluasi pemahaman siswa tentang miskonsepsi yang umum
§ Konsep dengan dua respon logis
c) Keunggulan
§ Mudah dikonstruksi
§ Perangkat soal dapat mewakili seluruh pokok bahasan
§ Mudah diskor
§ Alat yang baik untuk mengukur fakta dan hasil belajar langsung terutama yang berkaitan dengan ingatan.
§ Digunakan untuk mengetes reaksi sebab akibat, atau miskonsepsi yang terjadi.
§ Siswa dapat menjawab 3 – 4 soal per menit
d) Keterbatasan
§ Mendorong peserta untuk menebak jawaban. Siswa memiliki kemungkinan menjawab benar atau salah 50% dengan cara menebak
§ Sulit mengembangkan soal yang betul-betul objektif
§ Pernyataan yang ambigu mengakibatkan kesulitan dalam menjawab dan menilai
§ Meminta respon peserta yang berbentuk penilaian absolut
§ Terlalu menekankan pada ingatan
§ Soal terlalu mudah sehingga siswa kadang hanya menebak jawaban walaupun tidak memahami isinya
§ Sulit membedakan siswa yang memahami materi dengan yang tidak memahami materi
§ Membutuhkan banyak item untuk mendapatkan reliabilitas yang tinggi
e) Tips menulis butir soal benar salah
§ Setiap butir soal harus menguji/mengukur hasil belajar peserta tes yang penting dan bermakna, tidak menanyakan yang remeh/trivial.
§ Setiap butir soal haruslah menguji pemahaman, tidak hanya pengukuran terhadap daya ingat
§ Kunci jawaban yang ditentukan haruslah benar
§ Butir soal yang baik haruslah jelas jawabannya bagi seorang peserta tes yang belajar dan jawaban yang salah kelihatan lebih seakan-akan benar bagi peserta tes yang tidak belajar dengan baik.
§ Pernyataan dalam butir soal harus dinyatakan secara jelas dan menggunakan bahasa yang baik dan benar.
§ Rumusannya tidak meragukan sehingga dapat dinyatakan 100% benar atau 100% salah
§ Diskusikan dengan pakar yang relavan (bahasa dan ilmu yang diteskan) untuk meyakinkan bahwa sisi bahasa dan kebenaran soal dan jawaban meyakinkan.
f) Pertimbangan dalam usaha peningkatan mutu soal
§ Jumlah butir soal yang kuncinya S (salah) sebaiknya lebih banyak dripada butir soal yang kunci jawabannya B (benar).
§ Susunlah kalimat soal sedemikian rupa sehingga logika sederhana akan cenderung mengarah ke jawaban yang salah.
§ Susunlah jawaban yang salah sesuai dengan anggapan umum yang salah tentang suatu kenyataan.
§ Pernyataan yang menggunakan kata “semua, selalu, tidak pernah“ cenderung untuk memiiki kunci jawaban S (salah), sedangkan kata “kadang-kadang, seringkali“ cenderung untuk memiliki kunci jawaban B (benar).
§ Pergunakan rujukan untuk beberapa buah soal, misalnya dengan menggunakan teks atau gambar sebagai rujukan untuk senarai butir soal.
§ Jangan membuat soal dengan pernyataan negatif yang dapat mengakibatkan interpretasi yang membingungkan. Misalnya Lucas Pacioli sebenarnya bukan tokoh dalam ilmu akuntansi. B / S
§ Gunakan kata-kata pasti atau angka pasti misalnya 100, 1000, 20%, setengahnya, jangan gunakan kata-kata kualitatif yang meragukan misalnya muda, banyak, sedikit, kecil, besar, dan sebagainya.
§ Hindari kecenderungan penggunaan pernyataan dijawab benar (B) bila panjang dan dijawab salah (S) bila pendek.


2. PENGEMBANGAN TIPE TES MENJODOHKAN (MATCHING)
a) Pengertian

Butir soal tipe menjodohkan ditulis dalam dua kolom; kolom pertama merupakan pokok soal (premis), sedangkan kolom kedua merupakan kolom jawaban. Tugas peserta tes adalah menjodohkan pernyataan di bawah kolom premis dengan pernyataan yang ada di kolom jawaban.
b) Keunggulan
§ Baik untuk menguji hasil belajar yang berhubungan dengan pengetahuan tentang istilah, definisi, peristiwa atau penanggalan.
§ Dapat menguji kemampuan menghubungkan dua hal baik yang berhubungan langsung maupun tidak secara langsung.
§ Mudah dikonstruksi.
§ Dapat meliputi seluruh bidang studi yang diujikan.
§ Mudah diskor.
c) Keterbatasan

Terlalu mengandalkan pada pengujian aspek ingatan. Untuk menghindari kelemahan ini, maka konstruksi soal butir ini harus disiapkan secara hati-hati.
d) Konstruksi soal menjodohkan
§ Pernyataan di bawah kolom pertama dan di bawah kolom kedua, masing-masing haruslah terdiri dari kelompok yang homogen.
§ Pernyataan di bawah kolom kedua harus lebih banyak dari pernyataan di bawah kelompok pertama.

3. PENGEMBANGAN TES PILIHAN GANDA (MULTIPLE CHOICE ITEM)
a) Pengertian

Butir soal pilihan ganda adalah butir soal yang alternatif jawabannya lebih dari dua, biasanya berkisar antara 4 atau 5 alternatif jawaban. Ada dua bagian dalam tiap butir soal, yaitu bagian pernyataan/pertanyaan dan bagian pilihan/alternatif jawaban.

b) Tes model ini cocok untuk :

Level aplikasi, sintesis, analisis, dan evaluasi

c) Jenis pertanyaan atau pernyataan :
Jawablah dengan benar
Lengkapilah kalimat

Pilihlah jawaban paling tepat
d) Keunggulan
Dapat dikonstruksi dan digunakan untuk mengukur setiap level tujuan instruksional, mulai yang paling sederhana sampai paling kompleks.
Dapat menggunakan jumlah butir soal yang lebih banyak sehingga penarikan sampel pokok bahasan yang akan diujikan dapat lebih luas dan dapat mencakup hampir seluruh cakupan bidang studi.
Penskoran hasil kerja peserta tes dapat dilakukan secara objektif.
Tipe butir soal dapat dikonstruksi sehingga menuntut kemampuan peserta tes untuk membedakan berbagai tingkatan kebenaran secara sekaligus.
Jumlah opsi jawaban yang disediakan lebih dari dua (empat atau lima) sehingga mengurangi kesempatan bagi peserta tes untuk menebak.
Memungkinkan dilakukannya analisis butir soal secara baik dengan melakukan uji coba terlebih dahulu.
Tingkat kesukaran butir soal dapat dikendalikan dengan hanya mengubah tingkat homogenitas alternatif jawaban.
Informasi yang diberikan lebih bervariasi terutama bila butir soal memiliki homogenitas yang tinggi.
Lebih fleksibel digunakan untuk menilai hasil belajar: kemampuan, aplikasi, analisis, síntesis, dan evaluasi.
Siswa minimum menulis.
e) Keterbatasan
Sulit mengkonstruk item tes yang baik.
Terdapat kecenderungan butir soal hanya menguji/mengukur aspek ingatan.
Sulit membuat pengecoh atau alternative jawaban yang baik.
Waktu lebih banyak dibutuhkan apabila opsi semakin banyak
Membutuhkan waktu yang lebih lama untuk membuat soal pilihan ganda
Opsi yang ditampilkan secara otomatis dapat mengurangi jumlah soal yang dapat dibuat.
Semakin terbiasa seseorang dengan tes tipe pilihan ganda semakin besar kemungkinan ia akan memperoleh skor yang lebih baik.
f) Tips menulis tes pilihan ganda
Setiap item memiliki satu aspek kemampuan yang akan diukur
Inti permasalahan harus dicantumkan dalam rumusan pokok soal.

Hindari pengulangan kata-kata yang sama dalam pilihan.
Hindari rumusan kata yang berlebihan
Jika pokok soal merupakan pernyataan yang belum lengkap, maka kata atau kata-kata yang melengkapi harus diletakkan pada ujung pernyataan, bukan di tengah-tengah kalimat.
Susunan alternatif jawaban dibuat teratur dan sederhana.
Hindari penggunaan kata-kata teknis atau ilmiah atau istilah yang aneh atau berlebihan.
Semua pilihan jawaban harus homogen dan dimungkinkan sebagai jawaban yang benar. Usahakan jawaban yang benar dan pengecoh dibuat mirip baik dari sisi gramatikal maupun konsep teorinya.
Hindari keadaan dimana jawaban yang benar selalu ditulis lebih panjang dari jawaban yang salah.
Hindari adanya petunjuk/indikator pada jawaban yang benar.
Hindari menggunakan pilihan yang berbunyi ”semua yang benar di atas benar” atau ”tidak satupun yang di atas benar”
Gunakan tiga atau lebih alternatif pilihan.
Pokok soal diusahakan tidak menggunakan ungkapan atau kata-kata yang bermakna tidak tentu.
Pokok soal sedapat mungkin dalam pernyataan atau pertanyaan positif. Jika terpaksa menggunakan pernyataan negatif, maka kata negatif tersebut sebaiknya digarisbawahi/ditulis tebal.
Hindari menggunakan pernyataan atau pertanyaan double negatives. Misalnya “tidak tidak setuju”
Tempatkan pilihan jawaban benar secara random. (hindari jawaban A yang biasanya lebih sering daripada jawaban lain)
Usahakan setiap item tes tidak saling tergantung atau berhubungan dengan item tes lain.
Buatlah setiap alternatif jawaban pada baris berbeda, dengan spasi atau gunakan huruf atau angka untuk memilah setiap alternatif jawaban.
Konsultasikan dengan pakar bahasa dan ilmu yang terkait untuk meyakinkan bahwa bahasa yang digunakan, soal, dan jawaban benar-benar meyakinkan.


D. Penutup

Kelemahan utama pengukuran hasil belajar siswa di lembaga pendidikan pada umumnya bukan terletak pada bentuk dan tipe soal yang digunakan, tetapi terletak pada bentuk dan kemampuan guru untuk mengkonstruksi butir soal dengan baik. Di samping itu, tes sering dianggap bukan sebagai alat ukur melainkan sebagai alat dalam proses pendidikan. Padahal, fungsi utama tes hasil belajar adalah mengukur keberhasilan belajar seorang siswa ataupun sekelompok siswa, bukannya proses pendidikan itu sendiri. Terdapat dua jenis tes yang paling sering digunakan, yaitu tes uraian dan tes objektif. Tes objektif sendiri memiliki beberapa tipe, antara lain: tipe salah benar, tipe menjodohkan, dan tipe pilihan ganda. Masing-masing memiliki keunggulan maupun keterbatasan. Ada beberapa hal yang harus dicermati terkait dengan pembuatan masing-masing tipe soal. Dengan uraian yang sudah disampaikan sebelumnya, diharapkan dapat menambah atau setidaknya menyegarkan ingatan kita kembali tentang bagaimana menulis atau mengembangkan soal objektif yang baik.
 Semoga bermanfaat dan dapat membantu bagi penyelenggara pendidikan atau siapapun yang membutuhkannya.

Post a Comment Blogger