Ada suatu kebiasaan yang melekat pada kita khususnya di Indonesia dimana
setiap akan masuk bulan suci Ramadhan kita bermaaf-maafan. Lalu Kebiasaan minta
maaf sebelum Ramadhan tersebut apakah bersumber dari ajaran Rasulullah SAW kah
?. Ternyata kebiasaan ini berasal dari sebuah hadis Nabi yang artinya begini.
Ketika Rasullullah sedang berkhutbah pada Shalat Jum’at (dalam bulan
Sya’ban), beliau mengatakan Amin sampai tiga kali, dan para sahabat begitu
mendengar Rasullullah mengatakan Amin, terkejut dan spontan mereka ikut
mengatakan Amin. Tapi para sahabat bingung, kenapa Rasullullah berkata Amin
sampai tiga kali. Ketika selesai shalat Jum’at, para sahabat bertanya kepada
Rasullullah, kemudian beliau menjelaskan: “ketika aku sedang berkhutbah,
datanglah Malaikat Jibril dan berbisik, hai Rasullullah Amin-kan do’a ku ini,”
jawab Rasullullah.
Do’a Malaikat Jibril itu adalah:
“Ya Allah tolong abaikan puasa ummat Muhammad, apabila sebelum memasuki bulan Ramadhan dia tidak melakukan hal-hal yang berikut:
“Ya Allah tolong abaikan puasa ummat Muhammad, apabila sebelum memasuki bulan Ramadhan dia tidak melakukan hal-hal yang berikut:
1)
Tidak memohon
maaf terlebih dahulu kepada kedua orang tuanya (jika masih ada);
2) Tidak bermaafan terlebih dahulu antara suami istri;
3) Tidak bermaafan terlebih dahulu dengan orang-orang sekitaataurnya.
2) Tidak bermaafan terlebih dahulu antara suami istri;
3) Tidak bermaafan terlebih dahulu dengan orang-orang sekitaataurnya.
Berdasarkan hadis ini lah kemudian kita melakukan permintaan maaf pada siapa saja yang kita kenal dan bahkan yang tidak kita kenal. Permintaan maaf itupun kini dikemas dalam berbagai bentuk kalimat yang indah dan menarik. Dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Bahkan menggunakan perangkat elekronik dan sosial media seperti melalui Telepon, SMS, FB , Twiter , LINE dan lain sebagainya. Dilakukan hanya dengan tujuan mendapat maaf secara Rapelan.
Para juru dakwah setiap akan masuk Ramadhan hadis ini menjadi bahan yang
tidak boleh terlupakan dalam seruan dakwahnya. Apakah itu dalam khutbah Jum’at
ataupundalam Takblik Akbar menjelang Ramadhan
atau dalam majlis Taklim lainnya yang sejenis. Namun anehnya, hampir
semua orang yang menuliskan hadits ini tidak ada yang menyebutkan periwayat
hadits. Setelah dicari, hadits ini pun tidak ada di kitab-kitab hadits shahih .
Setelah berusaha mencari-cari lagi, saya menemukan ada orang yang menuliskan
hadits ini kemudian menyebutkan bahwa hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu
Khuzaimah dan Ahmad . Ternyata pada kitab Shahih Ibnu Khuzaimah juga
pada kitab Musnad Imam Ahmad ditemukan hadits yang berbeda dari
bunyi hadis diatas. Hadis tersebut sebagai berikut berikut:
عن أبي هريرة أن رسول الله صلى الله عليه و سلم
رقي المنبر فقال : آمين آمين آمين فقيل له : يارسول الله
ما كنت تصنع هذا ؟ ! فقال : قال لي
جبريل : أرغم الله أنف عبد أو بعد دخل رمضان فلم يغفر له فقلت : آمين ثم قال : رغم
أنف عبد أو بعد أدرك و الديه أو أحدهما لم يدخله الجنة فقلت : آمين ثم قال : رغم أنف عبد أو بعد ذكرت عنده فلم يصل عليك فقلت : آمين
قال الأعظمي : إسناده جيد
“Dari Abu Hurairah: Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam naik mimbar lalu bersabda: ‘Amin, Amin, Amin’. Para sahabat bertanya : “Kenapa engkau berkata demikian, wahai Rasulullah?” Kemudian beliau bersabda, “Baru saja Jibril berkata kepadaku: ‘Allah melaknat seorang hamba yang melewati Ramadhan tanpa mendapatkan ampunan’, maka kukatakan, ‘Amin’, kemudian Jibril berkata lagi, ‘Allah melaknat seorang hamba yang mengetahui kedua orang tuanya masih hidup, namun tidak membuatnya masuk Jannah (karena tidak berbakti kepada mereka berdua)’, maka aku berkata: ‘Amin’. Kemudian Jibril berkata lagi. ‘Allah melaknat seorang hambar yang tidak bershalawat ketika disebut namamu’, maka kukatakan, ‘Amin”.” Al A’zhami berkata: “Sanad hadits ini jayyid”.
Hadits ini dishahihkan oleh Al Mundziri di At Targhib Wat Tarhib
juga oleh Adz Dzahabi dalam Al Madzhab dihasankan oleh Al Haitsami dalam
Majma’ Az Zawaid , juga oleh Ibnu Hajar Al Asqalani dalam Al Qaulul
Badi‘ ,juga oleh Al Albani di Shahih At Targhib
Dari sini jelaslah bahwa kedua hadits tersebut di atas adalah dua hadits
yang berbeda. Entah siapa orang iseng yang membuat hadits pertama. Atau mungkin
bisa jadi pembuat hadits tersebut mendengar hadits kedua, lalu menyebarkannya
kepada orang banyak dengan ingatannya yang rusak, sehingga berubahlah makna
hadits. Atau bisa jadi juga, pembuat hadits ini berinovasi membuat tradisi bermaaf-maafan sebelum
Ramadhan, lalu sengaja menyelewengkan hadits kedua ini untuk mengesahkan
tradisi tersebut. Yang jelas, hadits yang tidak ada asal-usulnya, kita pun
tidak tahu siapa yang mengatakan hal itu, sebenarnya itu bukan hadits dan tidak
perlu kita hiraukan, apalagi diamalkan.
Meminta maaf itu disyariatkan dalam Islam. Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wasallam bersabda,
من كانت له
مظلمة لأخيه من عرضه أو شيء فليتحلله منه اليوم قبل أن لا يكون دينار ولا درهم إن
كان له عمل صالح أخذ منه بقدر
مظلمته وإن لم تكن له حسنات أخذ من سيئات صاحبه فحمل عليه
مظلمته وإن لم تكن له حسنات أخذ من سيئات صاحبه فحمل عليه
“Orang yang pernah menzhalimi saudaranya dalam hal apapun, maka hari ini
ia wajib meminta perbuatannya tersebut dihalalkan oleh saudaranya, sebelum
datang hari dimana tidak ada ada dinar dan dirham. Karena jika orang tersebut
memiliki amal shalih, amalnya tersebut akan dikurangi untuk melunasi
kezhalimannya. Namun jika ia tidak memiliki amal shalih, maka ditambahkan
kepadanya dosa-dosa dari orang yang ia zhalimi” (HR. Bukhari no.2449)
Dari hadits ini jelas bahwa Islam mengajarkan untuk meminta maaf, jika
berbuat kesalahan kepada orang lain. Adapun meminta maaf tanpa sebab dan
dilakukan kepada semua orang yang ditemui, tidak pernah diajarkan oleh Islam.
Jika ada yang berkata: “Manusia kan tempat salah dan dosa, mungkin saja kita
berbuat salah kepada semua orang tanpa disadari”. Yang dikatakan itu memang
benar, namun apakah serta merta kita meminta maaf kepada semua orang yang kita
temui? Mengapa Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam dan para sahabat
tidak pernah berbuat demikian? Padahal mereka orang-orang yang paling khawatir
akan dosa. Selain itu, kesalahan yang tidak sengaja atau tidak disadari tidak
dihitung sebagai dosa di sisi Allah Ta’ala. Sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wasallam,
إن الله تجاوز
لي عن أمتي الخطأ والنسيان وما استكرهوا عليه
“Sesungguhnya Allah telah memaafkan ummatku yang berbuat salah karena
tidak sengaja, atau karena lupa, atau karena dipaksa” (HR Ibnu Majah, Al Baihaqi, Ibnu Hazm dalam Al Muhalla, di shahihkan Al Albani dalam Shahih Ibni
Majah)
Sehingga perbuatan meminta maaf kepada semua orang tanpa sebab bisa
terjerumus pada ghuluw (berlebihan) dalam beragama.Dan kata اليوم (hari ini)
menunjukkan bahwa meminta maaf itu dapat dilakukan kapan saja dan yang paling
baik adalah meminta maaf dengan segera, karena kita tidak tahu kapan ajal
menjemput. Sehingga mengkhususkan suatu waktu untuk meminta maaf dan dikerjakan
secara rutin setiap tahun tidak dibenarkan dalam Islam dan bukan ajaran Islam.
Dalam artian Minta maaf tidak pernah di ajarkan sekali dalam setahun secara
rapelan.
Namun bagi seseorang yang memang memiliki kesalahan kepada saudaranya dan
belum menemukan momen yang tepat untuk meminta maaf, dan menganggap momen
datangnya Ramadhan adalah momen yang tepat, tidak ada larangan memanfaatkan
momen ini untuk meminta maaf kepada orang yang pernah dizhaliminya tersebut.
Asalkan tidak dijadikan kebiasaan sehingga menjadi ritual rutin yang dilakukan
setiap tahun.
Dalam artian bermaafan sebelum Ramadhan merupakan suatu tradisi dalam umat
Islam khususnya Indonesia. Maka kalau ia merupakan tradisi/ atau bebudayaan (
suatu hal yang membudaya ) jangan dijadikan itu sebagai sebuah amalan. Merasa
berdosa bila tidak dilakukan, Padahal ia tidak punya dasar yang benar dari
ajaran agama kita.
Wallahu’alam.
Post a Comment Blogger Facebook