Sejarah  mencatat bahwa setelah wafatnya Rasullah, kepemimpinan umat Islam digantikan oleh khulafahusrasyidin yang berempat yaitu Abu Bakar Siddik, Umar Bin Khatab, Usman Bin Affan dan Ali Bin Abi Thalib.Masa kepemimpinan mereka berjalan dengan baik meskipun pada masa Usman Bin Affan dan Ali terjadi gejolak Umat Islam. 
Setelah masa kepemimpina Khulafahurasyidin ini terjadi perubahan model kepmimpinan dari model yang mendekati Demokrasi menjadi sistim Dinati. Masa itu mulai diperkenalkan dalam sistim  pemerintahan Islam dengan sistim Dinasti. Dari sinilah dimulai Dinasti Umaiyah. Diantara Khalifah Dinasti Umaiyah itu  yang terbaik antara lain adalah


1. Muawiyah bin Abi Sofyan
Muawiyah lahir lahir empat tahun menjelang Rasulullah menjalankan dakwah di kota Makkah. Riwayat lain menyebutkan ia lahir dua tahun sebelum diutusnya Muhammad Saw menjadi Nabi. Beberapa riwayat menyatakan bahwa Muawiyah memeluk Islam bersama ayahnya, Abu Sufyan bin Harb dan ibunya Hindun binti Utbah tatkala terjadi Fathu Makkah. Namun riwayat lain menyebutkan, Muawiyah masuk Islam pada peristiwa Umrah Qadha’ tetapi menyembunyikan keislamannya sampai peritistiwa Fathu Makkah.

Di masa Rasulullah Saw, ia diangkat sebagai salah seorang pencatat wahyu setelah bermusyawarah dengan Malaikat Jibril. Ambillah dia sebagai penulis wahyu karena dia jujur,” kata Jibril.

Pada masa Khulafaur Rasyidin, Muawiyah diangkat menjadi salah seorang panglima perang di bawah komando utama Abu Ubaidah bin Jarrah. Kaum Muslimin berhasil  menaklukkan Palestina, Syria (Suriah), dan  Mesir dari tangan Imperium Romawi Timur. Berbagai kemenangan ini terjadi pada masa pemerintahan Umar bin Al-Khathab.

Ketika Utsman bin Affan menjabat sebagai khalifah menggantikan Umar, Muawiyah diangkat sebagai gubernur untuk wilayah Syria dan Palestina yang berkedudukan di Damaskus menggantikan Gubernur Abu Ubaidah bin Jarrah.

Pada masa pemerintahan Ali, terjadi beberapa konflik antara kaum Muslimin. Di antaranya Perang Shiffin. Perang yang terjadi antara Ali dan Muawiyah ini berakhir dengan perdamaian.

Ketika Khalifah Ali bin Abi Thalib terbunuh, kaum Muslimin sempat mengangkat putranya, Hasan bin Ali. Namun melihat keadaan yang tidak menentu, setelah tiga bulan, akhirnya Hasan mengundurkan diri dan menyerahkan jabatan khalifah kepada Muawiyah bin Abi Sufyan.

Serah terima jabatan itu berlangsung di kota Kufah. Tahun inilah yang dalam sejarah dikenal dengan Amul Jama’ah (Tahun Kesatuan). Dengan demikian, Muawiyah resmi menjadi khalifah.

Beberapa kalangan ada yang menyebut Muawiyah dengan julukan yang jauh dari akhlak islami. Padahal walau bagaimanapun ia tetap sahabat Rasulullah, yang telah banyak memberikan sumbangan untuk Islam.

Ia ikut di berbagai peperangan, baik di masa Rasuullah atau Khulafaur Rasyidin. Mengenai tudingan yang menjelekkannya, tidak semuanya bisa diterima begitu saja. Bahkan beberapa kebijakan yang oleh sebagian sahabat dianggap ‘menyimpang’ masih bisa dimaklumi. Kendati pun ada, hal itu wajar mengingat ia adalah manusia biasa yang kadang khilaf atau dipengaruhi orang-orang sekitarnya. Semua itu tidak mengurangi keutamaannya sebagai sahabat, bahkan masih terbilang keluarga dekat Rasulullah Saw.

Muawiyah dikenal sebagai negarawan dan politikus ulung. Ungkapannya tentang hal ini dicatat sejarah, “Aku tidak akan menggunakan pedangku selagi cambukku sudah cukup. Aku tidak akan menggunakan cambukku selagi lisanku masih bisa mengatasinya. Jika ada rambut yang membentang antara diriku dan penentangku, maka rambut itu tidak akan putus selamanya. Jika mereka mengulurkannya, maka aku akan menariknya. Jika mereka menariknya, maka aku akan mengulurnya.”

Ia mempunyai kemampuan diplomasi yang sangat tinggi sehingga Nicholsan dalam bukunya Literaty History of The Arabs menulis, “Muawiyah adalah seorang diplomat yang cakap dibanding dengan Richelieu, politikus Prancis yang terkenal itu.” Lebih tepat lagi ia mencontohkan Muawiyah dengan Oliver Cromwell, politikus dan protektor Inggris yang termasyhur, yang pernah membubarkan parlemen.

Dalam menjalankan pemerintahannya, Muawiyah mengubah kebijaksanaan pendahulunya. Kalau pada masa empat khalifah sebelumnya, pengangkatan khalifah dilakukan dengan cara pemilihan, maka Muawiyah mengubah kebijakan itu dengan cara turun-temurun. Karenanya, khalifah penggantinya adalah Yazid bin Muawiyah, putranya sendiri.

Muawiyah adalah pendiri Daulah Umawiyah. Pada masa ini kaum Muslimin memperoleh kemajuan yang sangat pesat. Tidak hanya penyebaran agama Islam, tetapi juga penemuan-penemuan ilmu lainnya.

Ketika Byzantium mengerahkan tentaranya untuk memperluas jajahannya, ia tiba di beberapa daerah kekuasaan Muawiyah. Untuk mengusir tentara Byzantium itu, Muawiyah mengerahkan 1.700 kapal perang kecil yang mampu menghalau pasukan musuh. Dengan tidak mengenal lelah, kaum Muslimin menaklukkan pulau Cyprus dan Rhodus di Laut Tengah.

Di samping itu, pada tahun 50 H, Muawiyah mengangkat Uqbah bin Nafi’ menjadi gubernur di Maroko. Dengan 10.000 tentara ia berhasil mengalahkan orang-orang Romawi. Ia juga dapat mengalahkan bangsa Barbar dan penduduk asli Afrika. Lebih dari itu semua, ia telah meletakkan pondasi Daulah Umawiyah yang telah mengharumkan nama Islam selama ratusan tahun.

Setelah menjabat sebagai gubernur di Palestina selama 10 tahun dan di Syam 10 tahun, serta sebagai Khalifah Daulah Umawiyah selama 20 tahun, Muawiyah meninggal dunia pada Kamis pertengahan Rajab 60 H dalam usia 78 tahun.

2. Walid bin Abdul Malik
Walid Abdul Abbas bin Abdul Malik bin Marwan bin Hakam lahir pada tahun 48 Hijriyah. Ia menjabat khalifah menggantikan ayahnya, Abdul Malik bin Marwan tahun 84 Hijriyah atau 705 Masehi.

Setelah menjadi khalifah, ia langsung membenahi infrastruktur fisik, pengiriman pasukan untuk memperluas wilayah dakwah dan kekuasaan Islam serta melakukan reformasi sosial. Pada 711 Masehi, Walid bin Abdul Malik mengutus satu armada laut ke Hindustan. Pasukan yang dipimpin oleh Muhammad bin Qasim itu akhirnya menaklukkan negeri Sind dan Nepal.

Walid memerintah selama 10 tahun. Panglima pasukan Islam pada zamannya, dikerahkan untuk melakukan ekspansi dakwah ke berbagai belahan dunia. Panglima Qutaibah bin Muslim diutus untuk menaklukkan negeri di seberang sungai Dajlah. Turki, Shagd, Syaas, Farghanah, hingga Bukhara, akhirnya tudnduk di bawah pemerintahan Bani Umayyah.

Di sisi lain, negeri Khurasan takluk dengan damai. Berbeda dengan Samarkand, Kashgar, Turkistan yang takluk dengan peperangan di bawah pimpinan Qutaibah bin Muslim.

Musa bin Nushair, Gubernur Afrika mengirim Thariq bin Ziyad untuk menaklukkan pulau Shamit tahun 91 H. Thariq adalah budak Musa bin Nushair yang telah dimerdekakan. Bahkan ia telah diangkat menjadi panglima perang. Dalam misinya, Thariq berhasil mengalahkan Spanyol (Ishbaniyah).

Pahlawan legendaris satu ini terkenal dengan taktiknya membangkitkan semangat pasukannya yang hampir mundur. Akhirnya, mereka tak punya pilihan kecuali maju berjihad mengalahkan Spanyol. Ia kemudian bermarkas di sebuah bukit di Spanyol yang kini dikenal dengan Jabal Thariq (Gibraltar).

Masing-masing bekas tuan dan budak itu, Musa bin Nushair dan Tariq bin Ziyad, berhasil menunaikan tugas melebarkan sayap Islam. Praktis seluruh daratan Spanyol dikuasai pasukan Muslim pada 86 H (715 M), pada masa pemerintahan Khalifah Walid bin Abdul Malik.

Penaklukan Spanyol oleh Musa bin Nushair dan Thariq bin Ziyad memberikan pengaruh positif pada kehidupan sosial dan politik. Timbul revolusi-revolusi sosial dan kebebasan beragama semakin diakui. Kediktatoran dan penganiayaan yang biasa dilakukan oleh orang Kristen digantikan toleransi yang tinggi dan kebaikan umat Islam.

Pemerintahan Islam sangat baik dan bijak dalam menjalankan pemerintahannya. Ini membawa efek luar biasa terhadap kalangan Kristen, bahkan para pendetanya. Seorang penulis Kristen pernah berkata, “Muslim-Muslim Arab itu mengorganisir kerajaan Cordoba dengan baik. Ini sebuah keajaiban di abad pertengahan. Mereka mengenakan obor pengetahuan, peradaban, kecemerlangan dan keistimewaan bagi dunia Barat. Saat itu Eropa dalam kondisi percekcokan, kebodohan dan gelap.”

Pada saat kekuasaan Islam berkembang dan menguasai wilayah-wilayah Spanyol, Romawi, Hindustan, dan lain-lain, Khalifah Walid mengkonsentrasikan pembangunan fisik. Sarana-sarana fisik dan infrastruktur untuk kemakmuran rakyat dibangun di mana-mana.

Ia memerintahkan pembangunan sumur air di Madinah dan renovasi jalan-jalan umum. Dialah yang membangun rumah sakit pertama kali dalam sejarah Islam. Para penyandang cacat dan kaum dhuafa dilarang keluar ke tempat umum. Mereka ditempatkan di panti jompo dan para pengurusnya digaji dan difasilitasi oleh negara. Para tuna netra diberikan pembantu yang juga ditanggung negara. Negara juga memberikan gaji kepada para ahli Al-Qur’an.

Khalifah Walid juga membangun sarana rumah singgah bagi para musafir dan pendatang. Masjid Nabawi di Madinah dan Masjid Al-Aqsha dibangun kembali oleh Walid. Ia juga memprakarsai pembangunan masjid besar di Damaskus yang dikenal dnegan Al-Jami’ Al-Umawi. Pembangunan masjid agung ini menelan biaya 11.200.000 dinar kala itu.

Tak heran bila Adz-Dzahabi mengatakan, Walid bin Abdul Malik telah menegakkan jihad dan melakukan penaklukan di negeri-negeri seperti yang dilakukan Umar bin Al-Khathab. Seorang sejarawan juga pernah berujar, “Jika Muawiyah yang mendirikan negara Bani Umayyah, maka Walid bin Abdul Malik yang menegakkannya sampai teguh.”

Walid bin Abdul Malik meninggal tahun 96 Hijriyah di Damaskus. Kekhalifahan digantikan oleh saudaranya, Sulaiman bin Abdul Malik.

3. Hisyam bin Abdul Malik
Kekuasaan Hisyam dan kondisi negara secara umum pada masanya
Setelah Yazid bin ‘Abdul Malik meninggal, saudaranya yang bernama Hisyam naik tahta. Ketika itu beliau berusia 34 tahun. Beliau menjalankan roda pemerintahannya berdasar metode Islam yang lurus sehingga jiwa rakyatnya bergembira, sekian harapan mereka gantungkan. Kaum muslimin mengharapkan kebaikan yang banyak akan muncul darinya. Beliau adalah seorang yang mencintai jihad fii sabiilillah. Sampai-sampai beliau menjadikan anak-anaknya sebagai komandan pasukan dalam menyerang Romawi terutama Mu’awiyah dan Sulaiman, juga saudaranya Maslamah bin ‘Abdul Malik dan anak pamannya Marwan bin Muhammad. Demikian pula mayoritas khalifah dari Bani Umayyah. Ini semua menjadi sebagian kebaikan mereka. Hisyam tidak memberi imbalan kepada keturunan Bani Umayyah sampai mereka maju kemedan perang. Dahulu sebagian dari mereka berperang kemudian yang lain dikirim sebagai gantinya.
Sejumlah mara bahaya telah melingkupinya semenjak awal beliau memegang pemerintahan sampai akhir beliau menjabat. Akan tetapi, beliau mampu berdiri tegak di atas kedua kakinya di tengah pertentangan yang sengit dan huru hara yang bertubi-tubi. Kelompok Khawarij mengadakan pemberontakan diIraq, kaum ‘Alawi mengadakan huru hara di Kufah di bawah pimpinan Zaid bin ‘Ali bin Al-Husain bin ‘Ali [1). Sedangkan kaum Barbar mengadakan pembelotan di wilayah Afrika. Semua kejadian ini terjadi di saat kondisi negara dipenuhi oleh semangat fanatisme suku yang menyebabkan kekuatan terpecah dan persatuan pun pudar. Walaupun demikian Hisyam terus berjalan menjalankan tugas memimpin negara. Beliau memadamkan api pergolakan yang menyala di mana-mana. Upaya yang beliau lakukan ini tidak membuat beliau terlalaikan dari jihad fii sabiilillah. Sehingga pada masa pemerintahan­nya daerahQaisaria,Armenia, dan wilayah lainnya yang berada di bawah kekuasaan kerajaan Romawi dan Turki berhasil beliau taklukan.
Hisyam meninggal pada bulan Rabi'ul Awwal 125 H, masa beliau rahimahullah memegang pemerintahan adalah 20 tahun.
Pada kesempatan ini penulis belum menyertakan khalifah Umar Bin Abdul Aziz yang di klaim mempunyai karakter yang sama dengan Khulafahurasyidin. 

Post a Comment Blogger