1. Arti Hijrah dan
Tujuan Rasulullah SAW dan umat Islam Berhijrah
Ada dua macam arti hijrah : Pertama, Hijrah berarti meninggalkan semua perbuatan yang dilarang dan dimurkai Allah SWT untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang baik, yang disuruh Allah SWT dan di ridhoi-Nya. Artinya hijrah dalam pengertian pertama ini wajib dilaksanakan oleh setiap umat Islam, rasulullah SAW bersabda :
Artinya : “ Orang yang berhijrah itu
ialah orang yang meninggalkan segala apa yang dilarang Allah SWT. (H.R.
Bukhari)
Arti kedua dari hijrah ialah
berpindah dari suatu negeri kafir (non-Islam), karena di negeri umat Islam
selalu mendapatkan tekanan, ancaman dan kekerasan sehingga tidak memiliki
kebebasan dalam berdakwah dan beribadah. Kemudian umat Islam di Negeri kafir
itu, berpindah ke negeri Islam agar memperoleh keamanan dan kebebasan dalam
bertakwa dan beribadah.
Arti kedua dari hijrah ini pernah
dipraktekan oleh Rasulullah SAW dan umat Islam, yakni berhijrah dari Mekah ke
Yatsrib pada tanggal 12 Rabiul Awal tahun pertama Hijrah, bertepatan dengan
tanggal 28 Juni 622 M.
Tujuan
Hijrahnya Rasulullah SAW dan umat Islam dari Mekah (Negeri Kafir) ke Yatsrib
(Negeri Islam) adalah :
-
Menyelamatkan
diri dan umat Islam dari tekanan, ancaman, dan kekerasan kaum kafir Quraisy.
-
Agar memperoleh
keamanan dan kebebasan dalam berdakwah serta beribadah, sehingga dapat
meningkatkan usaha-usahanya dalam berjihad di jalan Allah SWT, untuk menegakkan
dan meninggikan agama-Nya (Islam) (lihat dan pelajari Q.S An-Nahl, 16: 41-42).
2. Dakwah Rasulullah SAW Periode Madinah
Dakwah Rasulullah SAW periode
Madinah berlangsung selama 10 tahun
yakni dari semenjak tanggal 12 Rabiul Awal tahun pertama Hijrah sampi dengan
wafatnya Rasulullah SAW, tanggal 13 Rabiul Awl tahun ke 11 Hijrah.
Mengenai objek dakwah Rasulullah SAW
pada peiode Madinah adalah orang-orang yang sudah masuk Islam dari kalangan
Muhajirin dan Ansar. Juga orang-orang yang masuk Islam seperti kaum Yahudi
penduduk Madinah, para penduduk di luar kota Madinah yang termasuk bangsa Arab,
dan yang tidak termasuk bangsa Arab.
Tujuan dakwah Rasulullah SAW yang luhur dan cara penyampaiannya yang terpuji, menyebabkan umat manusia yang belum masuk Islam banyak yang masuk Islam dengan kemauan dan kesadaran sendiri. Namun tidak sedikit pula orang kafir yang tidak bersedia masuk Islam, bahkan mereka berusaha menghalang-halangi orang lain masuk Islam dan juga berusaha melenyapkan agama Islam dan umatnya dari muka bumi. Mereka itu seperti kaum kafir Quraisy penduduk Mekah, dan sekutu-sekutu mereka.
Setelah ada izin dari Allah SWT untuk berperang, sebagaimana firmannya dalam surat Al-Hajj 22:39 dan Al-Baqarah, 2: 190, maka kemudian Rasulullah Saw dan para sahabatnya menyusun kekuatan untuk menghadapi perperangan dengan orang kafir yang tidak dapat dihindarkan lagi.
Perperangan-perperangan yang dilakukan oleh Rasulullah SAW dan para pengikutnya itu tidaklah bertujuan untuk melakukan penjajahan atau meraih harta rampasan perang, tetapi untuk:
-
Membela diri,
kehormatan, dan harta
-
Menjamin
kelancaran dakwah, dan memberi
kesempatan kepada mereka yang hendak menganutnya
-
Untuk memelihara
umat Islam agar tidak dihancurkan oleh bala tentara Persia dan Romawi.
Setelah Rasulullah SAW dan para pengikutnya mampu membangun suatu Negara yang mardeka dan berdaulat, yang berpusat di Madinah, mereka berusaha menyiarkan dan memasyurkan agama Islam, bukan saja terhadap para penduduk jazirah Arabia, tetapi juga ke luar jazirah Arabia, maka bangsa Romawi dan Persia menjadi cemas dan khawatir kekuasaan mereka akan tersaingi. Oleh karena itu bangsa Romawi dan bangsa Persia bertekad untuk menumpas dan menghancurkan umat Islam dan agamanya. Untuk menghadapi tekad bangsa Romawi dan Persia tersebut, Rasulullah SAW dan pengikutnya tidak tinggal diam sehingga terjadi perperangan antara umat Islam dengan bangsa Romawi, yaitu pertama perang Mut’ah pada tahun 8 H, di dekat desa Mut’ah bagian utara jazirah Arabiah dan kedua perang Tabuk pada tahun 9 H di kota Tabuk, bagian utara jazirah Arabia. Sedangkan bangsa Persia selalu mengadakan penyerangan kepada wilayah kekuasaan umat Islam.
Perang lainnya yang dilakukan pada masa Rasulullah SAW seperti :
1.
Perang Badar
Al-Kubra, terjadi pada tanggal 17 Rahmadan tahun 2 H di sebuah tempat dekat
perigi Badar, yang letaknya antara Mekah dan Madinah. Perperangan ini terjadi
antara Rasulullah SAW dan para pengikutnya dengan kaum kafir Quraisy yang telah
mengusir kaum Muslimin penduduk Mekah untuk pindah ke Madinah dengan
meninggalkan rumah dan harta bendanya. Mereka masih tetap bertekat untuk
menghancurkan Islam dan kaum Muslimin di Madinah. Dalam perang Badar ini kaum
Muslimin memperoleh kemenangan yang gialang gemilang.
2.
Perang Uhud,
terjadi pertengahan Sya’ban tahun 3 H. pada perperangan kaum Muslimin mengalami
kekalahan.
3.
Perang Ahzab
(Khandak), terjadi pada bulan syawal tahun 5 H, ahzab artinya
golongan-golongan, yaitu gabungan kaum kafir Quraisy, kaum Yahudi, Bani Salim,
Bani Asad, Gathfan, Bani Murrah, dan Bani Asyyja, sehingga berjumlah 10.000
lebih. Pasukan ahzab ini menyerbu Madinah untuk menumpas Islam dan umat Islam.
Atas inisiatif dari Salman Al-Farizi, untuk mempertahankan kota Madinah dibuat
parit yang dalam dan lebar. Berkat inisiatif itu, kekompakan umat Islam dan
pertolongan Allah SWT, dalam perang ini umat Islam memperoleh kemenangan.
Pada
tahun keenam hijriah Rasulullah SAW dan para pengikutnya umat Islam penduduk
Madinah yang berjumlah 1000 orang berangkat menuju Mekah untuk melakukian
Umrah, agar kaum kafir Qurais tidak menduga bahwa kedatangan kaum Muslimin ke
Mekah itu untuk memerangi mereka maka jauh sebelum mendekati kota Mekah umat
Islam sudah mengenakan pakaian Ihran, tidak membawa alat-lat perang, kecuali
pedang dalam sarungnya, sekedar untuk menjaga diri di perjalanan. Rombongan
kaum Muslimin tiba disuatu tempat yang bernama “Al-Hudaibiyah”, yang letaknya
beberapa kilometer dari kota Mekah, dengan maksud selain untuk beristirahat,
juga melihat situasi. Sebenarnya saat itu termasuk bulan yang sucikan oleh
bangsa Arab sebelum Islam. Mereka dilarang melakukan perperangan didalamnya.
Namun dalam kenyataanya, kaum kafir Quraisy telah menempatkan sejumlah bala
tentaranya yang cukup besar di perbatasan kota Mekah, siap untuk melakukan
perperangan.
Membaca
situasi yang demikian, kemudian Rasulullah SAW mengutus sahabat Usman bin Affan
memasuki kota Mekah untuk menemui pimpinan kaum kafir Quraisy dan menjelaskan
kepadanya, bahwa kedatangan mereka ke Mekah bukan untuk berperang, tetapi
semata-mata untuk melakukan ibadah umrah. Namun kaum kafir Quraisy bersikeras
tidak mengizinkan kaum Muslimin memasuki
kota Mekah, dengan alasan akan menjatuhkan wibawa kaum kafir Quraisy pada
pandangan bangsa Arab. Sahabat Usman bin
Affan ditahan oleh kaum kafir Quraisy bahkan tersiar kabar bahwa beliau telah
dibunuh. Menyikapi kabar tersebut kaum Muslimin telah bersepakat mengadakan
“sumpah setia” (baiat), untuk berperang melawan kafir Quraisy, sampai meraih
kemenangan, sumpah setia itu disebut “Baiatu Ridwan”.
Untung
disaat genting seperti itu sahabat Usman bin Affan muncul membawa berita akan
diadakannya perundingan antara kaum kafir Quraisy dengan kaum Muslimin. Maka
terjadilah perundingan antara delegasi kaum kafir Quraisy yang dipimpin ol4eh
Suhail Ibnu Umar dan delegasi Umat Islam dipimpin oleh Nabi Muhammad SAW.
Perundingan
tersebut melahirkan kesepakatan antara dua belah pihak, dan melahirkan sebuah
perjanjian, yang dikenal dalam sejarah sebagai perjannian Hudaibiyah (Sulhul
Hudaibiyah) isi perjanjian tersebut adalah :
1)
Selama 10 tahun
diberlakukan gencatan senjata antara kaum kafir Quraisy penduduk Mekah dan umat
Islam penduduk Madinah.
2)
Orang Islam dan
kaum Kafir Quraisy yang dating kepada kaum umat Islam, tanpa seizing walinya
hendaklah ditolak oleh umat Islam.
3)
Kaum Quraisy
tidak menolak orang-orang Islam kembali dan bergabung dengan mereka.
4)
Tiap kabilah
yang ingin masuk dalam persekutuan dengan kaum Quraisy, atau dengan kaum
Muslimin dibolehkan dan tidak akan mendapatkan rintangan.
5)
Kaum Muslimin
tidak jadi mengerjakan umrah saat itu, mereka kembali ke Madinah, dan boleh
mengerjakan umrah di tahun berikutnya, dengan persyaratan:
-
Kaum Muslimin
memasuki kota Meka setelah penduduknya untuk sementara keluar dari kota Mekah.
-
Kaum muslimin memasuki kota Mekah tidak boleh
membawa senjata
-
Kaum Muslimin
tidak boleh berada di dalam kota Mekah tidak lebih dari tiga hari tiga malam.
Kaum
kafir Quraisy mengetahui, bahwa perjanjian Hudaibiyah itu sangat menguntungkan
kaum Muslimin. Umat Islam semangkin kuat, karena hampir seluruh semenanjung Arab,
termasuk suku-suku bangsa Arab yang paling selatan telah menggabungkan diri
kepada Islam. Kaum kafir Quraisy merasa terpojok, dan mereka secara sepihak
berniat membatalkan perjanjian Hudaibiyah itu, dengan cara menyerang bani
Khuza’ah yang berada di bawah perlindungan Islam. Sejumlah orang Bani Khuza’ah
mereka bunuh dan selebihnya mereka cerai-beraikan. Bani Khuza’ah segera mengadu
kepada Rasulullah SAW dan mohon keadilan.
Mendapatkan
pengaduan seperti itu kemudian Nabi Muhammad SAW dengan sepuluh ribu bala
tentaranya berangkat menuju kota Mekah untuk membebaskan kota Meka dari para
penguasa kafir dan zalim, yang telah melakukan pembunuhan secara kejam terhadap
umat Islam dari Bani Khuza’ah. Rasulullah SAW sebenarnya tidak menginginkan
terjadinya perperangan, yang sudah tentu akan menelan banyak korban jiwa. Untuk
itu Rasulullah SAW dan bala tentaranya berkemah di pinggit kota Mekah dengan
maksud agar kaum kafir Quraisy melihat sendiri kekuatan besar dari bala tentara
kaum Muslimin.
Taktik
Rasulullah SAW seperti itu ternyata berhasil, sehingga dua orang pimpinan
Quraisy yaitu Abbas (paman Nabi SAW) dan Abu Sofyan (seorang bangsawan Quraisy
yang lahir 567 M dan wafat tahun 652 M) dating menemui Rasulullah SAW dan
menyatakan diri masuk Islam. Dengan masuk Islamnya kedua orang pimpinan kaum
kafir Quraisy tersebut, Rasulullah SAW dan bala tentaranya dapat memasuki kota
Mekah dengan aman dan membebaskan kota itu dari pada penguasa kaum kafir
Quraisy yang zalim. Pembebasan kota Mekah ini terjadi pada tahun 8 H secara
damai tanpa adanya pertumpahan darah.
DAKWAH ISLAMIAH KELUAR
JAZIRAH ARABIA
Rasulullah SAW
menyerukan umat manusia di luar Jazirah Arabia agar memeluk agama Islam, dengan
jalan mengirim utusan untuk menyampaikan surat dakwah Rasulullah SAW kepada
penguasa atau para pembesar mereka. Para penguasa atau para pembesar Negara
yang dikirimi surat dakwah Rasulullah SAW itu seperti :
1.
Heraclius,
Kaisar Romawi Timur
Yang
menerima surat dakwah Rasulullah SAW, melalui utusannya Dihija bin Khalifa.
Heraclius tidak menerima seruan dakwah Rasulullah SAW itu. Karena tidak
mendapatkan persetujuan dari para pembesar Negara dan para pendeta. Namun surat
dakwah itu dibalasnya dengan tutur kata sopan, disamping mengirimkan hadiah
untuk Rasulullah SAW.
2.
Muqauqis,
Gubernur Romawi di Mesir
Rasulullah
SAW mengiri surat dakwah kepada Muqauqis melalui utusannya yang bernama hatib.
Setelah surat dibaca Muqauqis belum bisa menerima seruan untuk masuk Islam,
namun dia menyampaikan surat balasan kepada Rasulullah SAW dan mengirim
hadiah-hadiah berupa seorang budak wanita, kuda, keledai, dan pakaian-pakaian.
3.
Syahinsyah,
Kaisar Persia
Syahinsyah
adalah penguasa yang lalim dan sombong, karena kesombongannya surat dakwah
Rasulullah SAW itu dirobek-robeknya. Mengetahui surat dakwah itu dirobek-robek.
Rasulullah SAW menjelaskan bahwah Syahinsyah akan dibunuh oleh anaknya sendiri
pada malam selasa tanggal 10 Jumadil Awal tahun ke 7 H. apa yang diucapakan
Rasulullah SAW ternya sesuai dengan kenyataan. Syahinsyah dibunuh anaknya
sendiri Asy-Syirwaih karena kelalimannya.
4.
Kemudian surat
dakwah Rasulullah SAW dikirimkan pula kepada An-Najasyi (Raja Ethopia),
Al-Munzir bin Sawi (Raja Bahrian), Hudzah bin Ali (Raja Yamamah), dan Al-Haris
(Gubernur Romawi di Syam). Diantara pengusa-penguasa tersebut yang menerima
seruan dakwah Rasulullah SAW hanyalah Al-Munzir bin Sawi penguasa Bahrian yang
menyatakan masuk Islam dan mengajak para pembesar Negara dan raknyatnya agar
masuk Islam.
STRATEGI
DAKWAH RASULULLAH SAW PERIODE MADINAH
Pokok-pokok
pikirannya dijadikan dakwah Rasulullah SAW periode Madinah adalah :
1.
Beradakwah
dimulai dari diri sendiri, maksudnya sebelum mengajak orang lain meyakini
kebenaran Islam dan mengamalkan ajarannya, maka terlebih dahulu orang yang
berdakwah itu harus meyakini kebenaran Islam dan mengamalkan ajarannya.
2.
Cara (metode)
melaksanakan dakwah sesuai dengan petunjuk Allah SWT dalam Surat An-Nahl, 16 :
125
3.
Berdakwah itu
hukumnnya wajib bagi Rasulullah SAW dan umatnya. Dalil wajibnya : Al-Qur’an
Surah Ali Imran, 3: 104, dan hadist Rasulullah SAW.
Usaha-usaha
Rasulullah SAW dalam mewujudkan masyarakat islam seperti tersebut adalah :
a.
Membangun Masjid
Mesjid
yang pertama kali dibangun oleh Rasulullah SAW ialah Masjid Quba, yang berjarak
5 Km, sebelah barat daya Madinah. Masjid Quba ini dibangun pada tanggal 12
Rabiul Awal tahun pertama hijrah (20 September 622 M)
Setelah
Rasulullah SAW menetap di Madinah, pada setiap hari sabtu, beliau mengunjungi
Masjid Quba untuk shalat berjama’ah dan menyampaikan dakwah Islam. Fungsi atau peranan mesjid pada masa
Rasulullah SAW adalah sebagai berkut:
-
Mesjid sebagai
sarana pembinaan umat Islam dibidang Akidah, ibadah dan ahklak.
-
Masjid merupakan
sarana ibadah, khususnya shalat lima waktu, shalat jum’at, shalat tarawih,
shalat idul fitri, dan idul adha (lihat Quraisy Al Jinn, 72: 181).
-
Masjid merupakan
tempat belajar dan mengajar tentang agama Islam yang bersumber pada AlQur’an
dan Hadist.
-
Masjid sebagai
tempat pertemuan untuk menjalin hubungan persaudaraan sesame Muslim (ukhuwah
Islamiyah) demi mewujudkan persatuan.
-
Menjadikan
masjid sebagai sarana kegiatan sosial, misalnya sebagai tempat penampungan
zakat, infak dan sedekah dan menyalurkannya kepada yang berhak menerimanya
terutama para fakir miskin dan anak-anak yatim terlantar.
-
Menjadikan
halaman masjid dengan memasang tenda, sebagai tempat pengobatan para penderita
sakit, terutama para pejuang Islam yang menderita luka akibat perang melawan
orang-orang kafir. Sejarah. Mencatat adanya seorang perawat wanita terkenal
pada masa Rasulullah SAW yang bernama “Rafidah”.
-
Rasulullah SAW
menjadikan masjid sebagai tempat bermusyawarah dengan para sahabatnya.
Masalah-masalah yang dimusyawarahkan antara lain: Usaha-usaha untuk mengatasi
kesulitan, usaha-usaha untuk memajukan umat Islam, dan strategi peperangan
melawan musuh-musuh Islam agar memperoleh kemenangan.
b.
Mempersaudarakanantar
kaum Muhajirin dan Ansar.
Muhajirin adalah para sahabat Rasulullah
SAW penduduk Mekah yang berhijrah ke Madinah. Ansar adalah para sahabat
Roderick penduduk asli Madinah yang memberikan pertolongan kepada kaum
Muhajirin.
Rasulullah SAW memberi contoh dengan
mengangkat Ali bin Abu Thalib sebagai saudaranya. Apa yang dicontoh oleh
Rasulullah SAW di contoh oleh seluruh sahabatnya misalnya :
-
Hamzah bin Abdul
Muthalib, paman Rasulullah SAW, pahlawan Islam yang berani bersaudara dengan
Zaid bin Haritsah, mantan hamba sahaya, yang kemudian dijadikan anak angkat
Rasulullah SAW.
-
Abu Bakar
Ash-Shiddiq, bersaudara dengan Kharizah bin Zaid
-
Umar bin Khatab
bersaudara dengan Irban bin Malain Khazraji (Ansar).
-
Utsman bin Affan
bersaudara dengan Aus bin Tsabit.
-
Abdurrahman bin
Aur bersaudara dengan Sa’ad bin Rabi (Ansar).
Demikianlah seterusnya setiap orang
Muhajirin dan orang Ansar, termasuk Muhajirin setelah hijrahnya Rasulullah SAW,
dipersaudarakan secara sepasang-sepasang, layaknya seperti saudara senasab.
Kaum ansar dengan ikhlas memberikan pertolongan
kepada kaum Muhajirin berupa tempat tinggal, sandang, pangan dan lain-lain yang
diperlukan. Namun kaum Muhajiri juga tidak berpengku tangan, mereka berusaha
sekuat tenaga untuk mencari nafkah agar dapat hidup mandiri. Misalnya
Abdurrahman bin Auf menjadi pedagang, Abu Bakar, Umar bin Khatab dan Ali bin
Abu Thalib menjadi petanu kurma.
Kaum Muhajirin yng belum mempunyai
tempat tinggal dan mata pencaharian oleh Rasulullah SAW ditempatkan dibagian
Masjid Nabawi yang beratap yang disebut Suffa dan mereka dinamakan Ahlus Suffa
(Penghuni Suffa). Kebutuhan-kebutuhan mereka dicukupi oleh kaum Muhajirin dan
ansar secara bergotong royong. Kegiatan ahlus Suffa itu antara lain mempelajari
dan menghafal Al-Qur’an dan Hadist, kemudian diajarkannya kepada yang lain.
Sedangkan apabila terjadi perang antara kaum Muslimin dengan kaum Kafir, mereka
ikut berperang.
c.
Perjanjian Bantu
Membantu antara Umat Islam dengan Umat Non-Islam
Pada waktu Rasulullah SAW menetap di
Madinah, penduduknya terdiri dari tiga golongan, yaitu umat Islam, umat Yahudi
(bani Qainuqa, bani Nazir, dan Bani Quraizah), dan orang-orang Arab yang belum
masuk Islam.
Rasulullah SAW membuat perjanjian dengan
penduduk Madinah non Islam dan tertuang dalam piagam Madinah. Isi piagam
Madinah itu antara lain:
1.
Setiap golongan
dari ketiga golongan penduduk Madinah memiliki hak pribadi, keagamaan, dan
politik. Sehubungan dengan itu setiap golongan penduduk Madinah berhak
menjatuhkan hukuman kepada orang yang membuat kerusakan dan memberi keamanan
kepada orang-orang yang mematuhi peraturan.
2.
Setiap individu
penduduk Madinah mendapat jaminan kebebasan beragama.
3.
Seluruh penduduk
Madinah yang terdiri dari kaum Muslimin, kaum Yahudi, dan orang Arab yang belum
masuk Islam sesame mereka hendaknya saling membantu dalam bidang Moril dan
materil. Apabila Madinah diserang musuh, maka seluruh penduduk Madinah harus
membantu dalam mempertahankan kota Madinah.
4.
Rasulullah SAW
adalah pemimpin seluruh penduduk Madinah, segala perkara dan perselisihan besar
yang terjadi di Madinah harus diajukan kepada Rasulullah SAW untuk diadili
sebagaimana mestinya.
d.
Meletakkan
dasar-dasar Politik, Ekonomi, dan Sosial Islami demi Terwujudnya Masyarakat
Madani.
Islam tidak hanya mengajarkankan bidang
akidah dan ibadah, tetapi mengajarkan juga bidang politik, ekonomi dan sosial,
yang kesemuanya bersumber pada Al-Qur’an dan Hadist.
Pada
masa Rasulullah, penduduk Madinah mayoritas sudah beragama Islam, sehingga
masyarakat Islam sudah terbentuk, maka adanya pemerintahan Islam merupakan keharusan. Rasulullah SAW
selain sebagai seorang nabi dan rasul, juga tampil sebagai seorang Kepala
Negara (Khalifah).
Sebagai kepala Negara, Rasulullah SAW
telah meletakkan dasar bagi sistem politik Islam, yakni musyawarah. Melalui
musyawarah, umat Islam dapat mengangkat wakil-wakil rakyat dan kepala
pemerintahan, serta membuat peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh seluruh
rakyatnya. Dengan syarat, peraturan itu tidak menyimpang dari tuntunan
Al-Qur’an dan Hadist (dalil Naqlinya Q.S An-Nisa’ 4: 59).
Dalam bidang ekonomi Rasulullah SAW
telah meletakkan dasar bahwa sistem ekonomi Islam itu harus dapat menjamin
terwujudnya keadilan sosial. Dalam
bidang social kemasyarakatan, Rasulullah SAW telah meletakkan dasar antara lain
adanya persamaan derajat diantara semua individu, semua golongan, dan semua
bangsa. Sesuatu yang membedakan derajat manusia ialah amal salehnya atau
hidupnya yang bermanfaat (lihat Q.S.
Al-Hujuraat, 49: 13).
Post a Comment Blogger Facebook