Setiap orang pernah menghadapi problem dalam hidup. Bermacam-macam problem kehidupan ini, namun pada garis besarnya dapat dibagi menjadi dua tingkatan. Tingkatan pertama yaitu problem hidup dalam jangkauan kemampuan manusia dan tingkatan kedua problema yang sudah di luar jangkauan manusia.
                Dalam menghadapi problema tingkatan pertama berhasil atau tidaknya seseorang mengatasinya diserahkan kepada usaha dan kemampuan orang itu sendiri. Sesuai dengan Firman Allah QS Ar-Ra’du ayat 11 yang berbunyi :
Artinya :
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaaan suatu kaum sehingga mereka mngubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri” (Ar-Ra’du: 11)

                Dalam menghadapi problema hidup pada tingkat kedua, yakni yang sudah di luar jangkauan kemampuan manusi memerlukan suatu pedoman yang tepat guna menyelamatkan dirinya dari keinginannya. Kesulitan-kesulitan hidup bahkan seluruh permasalahan hidup hendaklah dikembalikan kepada Allah SWT, karena dengan cara demikian disertai dengan ibadah serta tawakal kepadanya, Allah akan memberikan kemudahan dan jalan keluar dari segala kesulitan hidup. Janji Allah dalam hal ini tercantum dalam firman-Nya QS At-Thalaq ayat 4 yang berbunyi :
Artinya :
“Dan barang siapa yang bertaqwa kepada Allah niscaya allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya” (At-Thalaq: 4)
Dan QS At-Thalaq ayat 2 yang berbunyi :
Artinya :
“Dan barang siapa yang bertaqwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar” (At-Thalaq: 2)

                Sebagaiman Allah SWT memberikan kemudahan dan jalan keluar dari kesulitan dan keadaan yang sangat kritis marilah kita perhatikan kisah Siti Maryam, seorang wanita yang paling mulia di muka bumi.

                Seorang perempuan tua istri Imron salah seorang pemuka Bani Israil, sangat mendambakan seorang anak sejak ia memasuki kehidupan berkeluarga. Siang menjadi angan-angan malam menjadi impian. Kedua suami istri telah tua renta, namun Allah SWTbelum mengaruniai anak yang menjadi impian. Secara lahiriah dan manusiawi keadaan beliau tidak memungkinkan lagi untuk memperoleh anak. Namun hal ini dapat disadarinya bahwa putus asa bukanlah sifat seorang mukmin da tidak akan dapat pula menyelesaikan dan mengatasi penderitaanya. Hanya karunia Allah sajalah yang menjadi harapannya, sebab keduanya menyadari benar-benar serta meyakini sepenuhnya bahwa bagi Allah SWT umur tua bukanlah merupakan halangan untuk memberikan anak kepada mereka. Bahkan mereka tahu bahwa tanpa orang tua Allah pun dapat menjadikan seorang manusia sebagaimana Nabi Adam. Oleh karena itulah keduanya selalu memanjatkan doa dalam ibadah yang khusyuk dan khudu’, serta dikuatkan pula oleh doanya dengan nazar, bahwa seandainya ia dikaruniai anak maka anak tersebut akan didermakannya bulat-bulat tanpa syarat kepada rumah suci dan senantiasa pula melakukan ibadah di dalamnya. Doanya dikabulkan Allah SWT. Dalam rahim perempuan tua itu terasa adanya pertumbuhan dan kehidupan seorang bayi. Betapa gembira hati kedua suami istri tersebut. Namun baru saja kegembiraan itu berbunga-bunga dalam hati, suami tercinta mendahuluinya memenuhi panggilan ilahi. Kemudian lahirlah seorang bayi perempuan yang diberi nama Siti Maryam.
              
  Sesuai dengan nazarnya walaupun ternyata anaknya seorang perempuan, maka diantarkannyalah ke Baitul Maqdis. Maryam dipelihara dan diasuh oleh pamannya yaitu Nabi Zakaria. Ia di tempatkan disebuah kamar khusus dekat mihrab. Setiap Nabi Zakaria a.s. menengok Maryam, di kamarnya selalu didapatinya makanan tanpa diketahui siapa dan dari mana datangnya. Hal ini menimbulkan keheranan Nabi Zakaria maka ditanyakam hal itu kepada Maryam. Maryam menjawab bahwa itu semua adalah karunia Allah SWT.
             
   Demikianlah dari hari ke hari, bulan ke bulan, tahun ke tahun, Nabi Zakaria memelihara, mengasuh dan mendidik Maryam sehingga tumbuh menjadi seorang gadis remaja yang berakhlak mulia yang senantiasa taat beribadah kepada Allah.Dia adalah gadis suci yang senantiasa menjaga kehormatan dirinya, sebagaimana yang dinyatakan oleh Allah SWT dalam firman-Nya :

Artinya :
“Dan (ingatlah) Maryam ruteri Imron yang memlihara kehormatannya, maka Kami tiupkan ke dalam rahimnya sebagian dari roh (ciptaan) Kami; dan dia membenarkan kalimat Tuhannya dan kitab-kitab-Nya; dan dia adalah termasuk orang-orang yang taat” (At-Tharim: 12)

                Pada suatu ketika datang malaikat Jibril kepada Maryam untuk memberitahukan bahwa ia akan memperoleh seorang anak. Betapa kaget dan cemas hati Maryam mendengar pemberitahuan itu karena ia adalah seorang gadis yang belum pernah tersentuh oleh seorang laki-laki. Tetapi demikianlah kehendak Allah SWT dan Maryam pun hamillah, makin hari makin besar. Hal ini menimbulkan ejekan dan cemoohan dari kaumnya. Maryam dituduh berzina. Dengan  ketabahan hati serta pasrah ke hadirat Allah SWT ditanggungnya semua cercaan dan nistaan kaumnya. Dengan kandungan yang semakin berat serta penderitaan batin yang hampir tak tertahankan karena nistaan dan diusir kaumnya, ia pergi ke tempat yang sunyi. Dalam puncak penderitaan dan kesakitan seorang perempuan yang hendak melahirkan, duduklah ia bersandar di bawah pohon korma. Tanpa ditemani seorang manusiapun, apalagi bidan atau dokter ia pun melahirkan seorang putra Isa a.s. Dalam keadaan letih dan lemah serta sakit sehabis melahirkan, ditatapnya bayi mungil tercinta. Bayi menangis perut sendiripun lapar sedang badan lunglai tiada daya, tak ada air untuk diminum dan tak ada makanan untuk dimakan. Maka bermunajatlah ia ke hadirat Allah SWT mengadukan tentang persoalannya. Dengan karunia Allah terbitlah mata air di sebelahnya, pohon korma bergoyaang sehingga berjatuhan buahnya yang masak-masak. Setelah perut tiada lagi lapar, tenaga berangsur-angsur pulih kembali, penuh kasih digendongnyalah bayi itu pulang. Kaumnya menyambutnyya dengan ejekan, hinaan, cemooohan karena telah dianggap mencemarkan kesucian dirinya serta kemuliaan kaumnya. Karena Maryam berpuasa untuk tidak bicara, ia menerima ejekan, hinaan, nistaan dan cemoohan itu hanya dengan menunjuk-nunjuk wajah kepada bayi dalam gendongannya. Bayipun berkatalah bahwa ia dan ibunya tidaklah seperti yang mereka sangkakan. Ibunya tetaplah Maryam yang yang dahulu juga, masih suci tiada noda dan dosa, sedang dia sendiri adalah nabi utusan Allah SWT.

                Demikianlah sekilas riwayat seorang manusia yang terlepas dari segala kesulitan dan permasalahan hidup betapapun  beratnya, karena karunia Allah SWT berkat iman, takwa dan tawakkal kepada-Nya.

Post a Comment Blogger